Ketahanan Nasional dan Alarm dari Mayjen TNI Farid Makruf: Jangan Gali Emas, Lupakan Atap!

Edukasi616 Views

Sumenep, –  “Indonesia ini ibarat rumah besar. Tapi rumah ini sedang bocor atapnya. Kita sibuk gali emas di lantai, tapi lupa menambal atap.”

Pernyataan keras itu terlontar dari Mayjen TNI Dr. Farid Makruf, M.A., saat memberikan kuliah umum di Aula Graha Sumekar, Universitas Wiraraja, Senin (16/6/2025). Dengan suara tegas dan mata tajam, perwira tinggi Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) itu menyampaikan alarm keras: ketahanan nasional akan runtuh jika alam terus rusak dan ketimpangan dibiarkan.

Acara kuliah umum bertema Ketahanan Nasional melalui Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan” ini dibuka dengan cara tak biasa: puisi.
Budayawan legendaris Madura, KH. D. Zawawi Imron, membuka forum dengan pembacaan tiga puisi penuh cinta tanah air. Salah satunya, “Madura, Akulah Darahmu”, berhasil membuat hadirin larut dalam rasa haru.

“Aku tak akan pernah lelah menyebut namamu, Madura, bahkan bila harus dengan air mata,” ucap Zawawi, disambut hening panjang yang menyelimuti ruangan.

Lalu Rektor Universitas Wiraraja, Dr. Sjaifurrahchman, SH, CN, MH, memberi pengantar bahwa tantangan bangsa hari ini bukan hanya invasi asing, tapi eksploitasi terhadap tanahnya sendiri.

“Kampus harus menjadi pusat lahirnya solusi, bukan sekadar pengamat dari jauh,” tegasnya.

Namun momen paling menyentak datang ketika Mayjen Farid Makruf naik podium. Ia menyuguhkan data keras dan narasi tajam tentang bagaimana kekayaan alam Indonesia justru menjadi bencana karena salah kelola.

“213 konflik agraria pada 2023. 74% melibatkan masyarakat adat. Ini bukan data kosong, ini luka sejarah.”
“Kita bangga jadi negara kaya sumber daya, tapi 62% ekspor kita masih bahan mentah. Di mana nilai tambah? Di mana kesejahteraan rakyat penghasil?”

Dengan grafik dan visual infografis di layar, Farid menunjukkan kenyataan getir: hanya 18% pendapatan daerah penghasil SDA yang kembali ke rakyat. Sementara desa-desa di sekitar tambang hidup dalam keterbatasan.

“Tambang ada di desa mereka. Jalan rusak. Udara penuh debu. Tapi listrik pun kerap padam. Ini ironi. Ini ketidakadilan.” tegas jenderal bintang dua itu.

Namun sang jenderal tak hanya mengkritik. Doktor lulusan Pascasarjana Universitas Tadulako dengan predikat cumlaude ini juga mengajukan peta jalan solusi:

  • Integrasi data spasial SDA agar tak terjadi izin tumpang tindih.
  • Hilirisasi industri untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
  • Ekonomi hijau dengan skema insentif dan carbon pricing.
  • Peran strategis dunia pendidikan untuk membentuk SDM yang sadar lingkungan.

Kuliah umum itu ditutup dengan kalimat yang menggugah seluruh peserta:

“Jaga alam, maka bangsa ini akan tetap tegak. Rusak alam, maka cepat atau lambat, kita semua akan runtuh bersama-sama.”

Kuliah umum ini lebih dari sekadar agenda ilmiah. Ia menjadi ruang perlawanan: di mana puisi dan data berpadu, budaya dan kebijakan saling menguatkan.

Universitas Wiraraja hari itu bukan sekadar kampus, ia adalah medan intelektual, tempat suara rakyat dan negara bergema demi menyelamatkan masa depan bumi.

“Semoga materi dari Mayjen Farid Makruf hari ini bukan hanya menjadi pengetahuan. Tapi menjadi nyala api untuk bertindak,” tutup Rektor Sjaifurrahchman dengan nada optimis.(*)

 

Editor: Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *