
Surabaya, – Selasa pagi menjelang akhir Desember 2025, Thania Audrey masih menyimpan rasa tak percaya. Mahasiswa Program Studi Perbankan dan Keuangan, Fakultas Vokasi Universitas Airlangga (UNAIR) itu baru saja menuntaskan satu pengalaman yang kelak akan ia kenang sebagai titik penting dalam perjalanan akademik dan hidupnya. Di ajang Global Youth Innovation Summit (GYIS) Batch 12, ia pulang dengan tiga penghargaan internasional sekaligus.
Forum yang mempertemukan pemuda dari berbagai negara itu digelar oleh Pemuda Mendunia bekerja sama dengan International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Universiti Malaya (UM), Selasa (23/12/2025). Di ruang diskusi lintas budaya dan gagasan global tersebut, Thania tidak sekadar hadir sebagai peserta. Ia tampil sebagai representasi generasi muda Indonesia yang membawa gagasan sosial konkret, berangkat dari persoalan sehari-hari.
GYIS dikenal sebagai forum yang menantang para delegasinya untuk berpikir melampaui batas negara. Isu teknologi, keberlanjutan, kepemimpinan, dan pembangunan global menjadi benang merah diskusi. Bagi Thania, forum ini adalah ruang belajar sekaligus ruang uji diri.
“Saya ingin belajar langsung dari pemuda dengan latar budaya dan perspektif yang berbeda. Sekaligus menguji kemampuan saya menyampaikan ide di forum internasional,” ujarnya pada media ini, Rabu (24/12/2025).
Persiapan Thania bukan perkara singkat. Ia melakukan riset mendalam, menyusun presentasi proyek secara sistematis, dan melatih kemampuan komunikasi publik. Semua itu ia lakukan di sela-sela aktivitas akademik vokasi yang menuntut kedisiplinan dan praktik lapangan.
Selama beberapa hari, Thania terlibat dalam rangkaian kegiatan yang padat mulai dari seminar internasional, panel diskusi, leadership workshop, sesi jejaring, hingga pertukaran budaya. Namun, satu agenda menjadi titik krusial: GYIS Youth Project Presentation.
Di sesi inilah Thania bersama SweetNfavoury Team, yang juga melibatkan Dhia Jinan, mahasiswa Program Studi Pengobatan Tradisional Fakultas Vokasi UNAIR, memaparkan proyek bertajuk Small Treats, Big Opportunities. Proyek ini lahir dari kepekaan sederhana yakni banyak perempuan muda dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki keterampilan memasak, tetapi terhambat modal, manajemen, dan akses pasar.
Proyek tersebut dirancang sebagai inisiatif sosial pemberdayaan UMKM kuliner rumahan. Bukan sekadar pelatihan memasak, melainkan membangun ekosistem pendukung, mulai dari pendampingan usaha, pengelolaan keuangan sederhana, hingga keberlanjutan produksi.
“Kami ingin menciptakan ruang aman dan suportif agar perempuan muda bisa mandiri secara ekonomi melalui usaha kuliner rumahan yang berkelanjutan,” kata Thania.
Gagasan itu berkelindan dengan Sustainable Development Goals (SDGs): pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, serta pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang membuat proyek ini menonjol di mata juri bukan hanya kesesuaiannya dengan agenda global, melainkan keberangkatannya dari realitas lokal.
Presentasi Thania dan timnya mendapatkan respons hangat. Diskusi berkembang, pertanyaan mengalir, dan jejaring terbuka. Di akhir forum, namanya dipanggil tiga kali. Ia meraih 1st Place Winner of Most Inspirational Leader, Most Favourite Team Award, serta3rd Place Winner of the SDGs Project Innovation Presentation.
Bagi Thania, penghargaan itu bukan semata soal prestise. “Ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus berkembang dan membawa pengalaman internasional ini kembali ke lingkungan akademik Fakultas Vokasi UNAIR,” tuturnya.
Prestasi Thania juga menegaskan satu hal: pendidikan vokasi tidak berhenti pada keterampilan teknis. Di tangan mahasiswa yang peka dan tekun, vokasi mampu melahirkan inovasi sosial yang berdampak, bahkan menembus forum global.
Di penghujung tahun, kisah Thania Audrey menjadi pengingat bahwa gagasan besar sering kali lahir dari dapur kecil, dari keresahan sehari-hari, dan dari keberanian anak muda untuk membawa suaranya ke dunia.(*)
(khefti pkip/sulaiman)









