UNAIR Jadi Delegasi Tunggal di AWIIC 2025, Mahasiswi FIKKIA Soroti Praktik Topeng Monyet

Edukasi17 Views

Surabaya, – Kabar membanggakan datang dari Universitas Airlangga. Tahun ini, UNAIR menjadi satu-satunya delegasi perguruan tinggi Indonesia dalam Animal Welfare Indonesia International Conference (AWIIC) 2025 yang digelar di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, 10 Desember lalu. Konferensi internasional tersebut mempertemukan ilmuwan, pembuat kebijakan, aktivis, dan praktisi dari berbagai negara untuk memperkuat aksi nyata di bidang kesejahteraan hewan melalui riset, regulasi, dan inovasi berkelanjutan.

Di panggung ilmiah itu, Amalia Sofi, mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) UNAIR, tampil sebagai wakil tunggal kampus. Di bawah bimbingan drh. Amung Logam Saputro, M.Si., ia mempresentasikan paper dan poster tentang kesejahteraan satwa eksotik, dengan fokus pada praktik topeng monyet, atraksi tradisional yang masih dijadikan sumber nafkah di sejumlah daerah.

“Saya merasa perlu menyuarakan kondisi satwa yang tidak punya ruang untuk didengar,” ujar Amalia pada media ini, Jumat (12/12/2025). “Hewan-hewan eksotik ini kerap diperlakukan bukan sebagai makhluk hidup, tetapi sebagai alat hiburan.” imbuhnya.

AWIIC 2025 yang diselenggarakan Yayasan JAAN Domestic Indonesia dan FOUR PAWS International menjadi konferensi terbesar pertama di Indonesia yang memadukan prinsip Five Freedoms dengan pendekatan One Health. Acara dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, yang menegaskan komitmen pemerintah dalam pengendalian rabies, pencegahan perdagangan satwa ilegal, dan pembangunan kota ramah satwa melalui Pergub Nomor 36 Tahun 2025.

“Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menata masa depan kota yang lebih berkelanjutan,” tegas Pramono.

Dalam riset berjudul Evaluation of Primate Welfare in Dancing Monkeys Practices: A Study of the Street Entertainment Industry, Amalia mengurai kondisi memprihatinkan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dieksploitasi melalui pengurungan kronis, pelatihan paksa, pola makan buruk, stres berkepanjangan, serta hilangnya kesempatan berperilaku sosial alami. Temuannya menggarisbawahi pelanggaran serius terhadap standar kesejahteraan hewan sekaligus meningkatnya risiko penularan zoonosis.

Populasi Macaca fascicularis juga dilaporkan menurun hingga 40% dalam empat dekade terakhir, membuat praktik ini tak hanya bermasalah secara etis, tetapi juga ekologis.

Keikutsertaan UNAIR dalam AWIIC 2025 membawa dampak luas: perluasan jejaring riset antara PB PDHI dan FOUR PAWS, peluang publikasi internasional, hingga penguatan rekomendasi kebijakan mengenai harmonisasi standar WOAH/OIE untuk kesejahteraan satwa di Indonesia.

“Saya berharap penelitian ini menjadi langkah kecil menuju perubahan besar bagi satwa eksotik di Indonesia,” papar Amalia.

Dengan tampil sebagai satu-satunya delegasi perguruan tinggi Indonesia, UNAIR meneguhkan posisinya sebagai pelopor riset kesejahteraan hewan dan suara akademisi muda Indonesia di kancah internasional.(*)

(pkip/sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *