Solusi Prediksi Penyakit Jantung Bawa Tim Heartelligence ke Peringkat Dua Hackathon AI 2025

Surabaya, – Solusi prediksi penyakit jantung berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan Tim Heartelligence mengantarkan tim tersebut meraih peringkat kedua dalam ajang Kompetisi Hackathon AI Indonesia 2025.

Kompetisi yang digelar oleh PwC Indonesia, East Ventures, Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Kesehatan, serta Amazon Web Services (AWS) itu bertujuan menjaring inovasi digital berbasis artificial intelligence (AI) yang berpotensi diimplementasikan dalam sistem layanan kesehatan nasional.

Tim Heartelligence terdiri atas Wigaviola Socha Purnamaasri Harmadha, Valerie Afiyah Marzuki, Nadhira Rahma Augustria, dan Clevia Levana Herryawan, yang berlatar belakang pendidikan kedokteran, serta Jeanny Rachmatullah Fortuna yang berasal dari bidang sistem informasi. Kolaborasi lintas disiplin tersebut berfokus pada pengembangan machine learning-based risk assessment tool untuk prediksi dan pencegahan penyakit kardiovaskular.

Wigaviola menjelaskan, kompetisi berlangsung sejak September hingga Desember 2025. Dari 278 tim peserta, panitia menyeleksi 20 tim terbaik, kemudian mengerucutkannya menjadi lima finalis yang mengikuti penjurian akhir di Jakarta.

“Penjurian final dihadiri langsung oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin. Lima tim pemenang selanjutnya akan masuk ke tahap sandbox dan memperoleh dukungan dari East Ventures untuk pengembangan dan implementasi,” ujar Wigaviola, Rabu (17/12/2025).

Ia menuturkan, inovasi Heartelligence berangkat dari keprihatinan terhadap tingginya angka kematian akibat penyakit jantung koroner (coronary artery disease/CAD) di Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, angka kematian akibat penyakit tersebut meningkat sekitar 25 persen dan menjadi salah satu penyumbang pembiayaan terbesar BPJS Kesehatan.

“Masalah utama masih terletak pada rendahnya deteksi dini dan pemanfaatan terapi preventif, seperti statin pada pasien dislipidemia berisiko tinggi. Kami berupaya menghadirkan solusi berbasis data untuk memperkuat upaya pencegahan,” kata Wigaviola.

Valerie menambahkan, persiapan tim berangkat dari pengalaman langsung di layanan kesehatan. Konsep inovasi kemudian diperkuat melalui studi literatur, analisis data epidemiologi, serta perancangan alur teknologi yang selaras dengan praktik layanan kesehatan primer.

“Selain pengembangan produk, kami juga menyiapkan proposal, pitch deck, dan latihan presentasi agar solusi yang ditawarkan jelas, aplikatif, dan berkelanjutan,” ujar Valerie.

Sementara itu, Nadhira menyebut tantangan terbesar tim adalah mempelajari aspek nonklinis dalam waktu relatif singkat, termasuk penyusunan rencana keuangan yang krusial untuk pengembangan inovasi menjadi rintisan usaha (start-up).

“Tantangan tersebut kami atasi melalui sesi mentoring, diskusi dengan praktisi, serta mengintegrasikan masukan juri agar inovasi tetap kuat secara klinis sekaligus layak secara finansial,” kata Nadhira.

Keberhasilan Heartelligence meraih peringkat kedua, menurut Clevia, tidak terlepas dari fokus tim pada solusi yang sederhana, mudah digunakan, dan relevan dengan kebutuhan sistem kesehatan Indonesia.

“Inovasi berdampak tidak harus rumit, tetapi harus aplikatif dan dapat diadopsi secara luas,” ujarnya.

Jeanny berharap capaian tersebut dapat memotivasi generasi muda untuk terlibat aktif menjawab persoalan nyata di bidang kesehatan.

“Banyak masalah di sekitar kita yang bisa menjadi sumber ide besar. Keberanian untuk memulai, belajar dalam proses, dan konsisten memperbaiki diri adalah kunci terciptanya dampak nyata,” katanya.(*)

(khefti pkip/sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *