Langkah Kecil di Batas Negeri: Saat Tentara Jadi Tabib di Desa Naekake

Perbatasan834 Views

Timor Tengah Utara, –  Hari Jumat (30/5/2025), matahari baru saja naik dari balik bukit kering di Desa Naekake A, Kecamatan Mutis, Timor Tengah Utara. Angin perbatasan bertiup pelan, membawa serta debu jalanan dan kabar baik yang tak biasa: prajurit TNI datang bukan membawa senjata, melainkan membawa obat, alat tensi, dan senyum kehangatan yang tak bisa dibeli.

Dari kejauhan, tiga sosok berseragam loreng tampak menyusuri rumah demi rumah. Mereka bukan patroli. Mereka sedang menjalankan misi kemanusiaan, bagian dari Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonarhanud 15/DBY Pos Naekake. Dipimpin oleh Wadanpos Serda Hermantoro, mereka membawa pelayanan kesehatan keliling ke warga desa terpencil ini.

“Banyak warga yang tidak bisa ke puskesmas. Aksesnya jauh, dan tidak semua punya kendaraan. Jadi kami yang datang ke sini,” ujar Serda Hermantoro sembari memeriksa tekanan darah seorang nenek yang duduk di kursi bambu depan rumahnya.

Di desa yang dikelilingi perbukitan dan jauh dari pusat layanan publik ini, kedatangan tentara selalu punya arti. Tapi hari itu, maknanya jauh lebih dalam: mereka datang sebagai tabib.

Para prajurit ini memeriksa kondisi kesehatan dasar: tekanan darah, gejala umum, keluhan nyeri, hingga luka kecil. Mereka juga membawa obat-obatan ringan dan menyampaikan edukasi tentang hidup bersih, menjaga makanan, dan menghindari penyakit kulit yang banyak dialami warga akibat keterbatasan air bersih.

“Saya punya sakit lutut, sudah lama. Tapi ke puskesmas jauh, anak-anak juga kerja di ladang. Puji Tuhan, ada tentara yang datang kasih obat dan bantu periksa,” ujar seorang bapak tua dengan logat khas Timor, matanya tampak berbinar.

Negara Hadir di Ujung Tanah Air

Pelayanan keliling ini bukan proyek besar, bukan pula program yang berisik. Tapi dampaknya nyata, karena di pelosok seperti Naekake A, kehadiran negara seringkali hanya bisa dirasakan lewat sentuhan langsung seperti ini. Dan tentara, menjadi wajah pertama dari negara itu.

Bagi Wadanpos Hermantoro dan timnya, inilah bagian dari tugas yang tak tertulis: menjaga batas negara sekaligus batas harapan. Karena di banyak tempat di Indonesia, sehat adalah kemewahan, dan peduli adalah hal langka.

“Kami tahu betapa beratnya hidup di perbatasan. Jadi tugas kami bukan cuma menjaga, tapi juga merawat. Lewat pelayanan ini, kami ingin warga merasa tidak sendirian,” katanya.

Tak ada karpet merah, tak ada plakat peresmian. Hanya jalan berdebu, rumah kayu, dan warga yang menyambut dengan pelukan hangat dan ucapan tulus.

Di ujung hari, para prajurit kembali ke Pos Naekake dengan ransel yang lebih ringan—karena banyak obat sudah dibagikan—namun hati yang lebih penuh. Penuh dengan kesadaran bahwa dalam kesunyian perbatasan, yang paling dibutuhkan bukan hanya penjaga, tapi juga pelayan harapan.

Kisah ini bukan headline besar. Tapi justru di situlah nilainya. Karena negara hadir bukan selalu lewat gemerlap, melainkan lewat langkah-langkah kecil dan kasih sayang yang nyaris tanpa nama.

(Barat/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *