TNI Bangun Honai, Bangun Hati Rakyat: Jejak Kemanusiaan di Pegunungan Papua

Humanitas369 Views

Gome, Puncak – Langit kelabu menggantung rendah di atas Gome. Udara dingin pegunungan membelai kulit, tapi tak mampu meredam semangat pasukan loreng Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti. Mereka bukan sedang berpatroli atau menyusun strategi tempur. Kali ini, mereka datang dengan tangan terbuka: membangun kembali sebuah honai, simbol kehidupan dan kebanggaan masyarakat Papua.

Sabtu (28/6/2025), melalui Pos Gome, Satgas Yonif 700/WYC menggelar Bhakti TNI di Kampung Gome, Distrik Gome. Mereka bergotong royong membangun honai milik Bapak Pindanius Tabuni, seorang tokoh adat yang dihormati dan menjadi penjaga nilai-nilai budaya di kampungnya.

Di tengah lembah yang sunyi dan rerumputan basah, suasana haru dan hangat menyatu. Prajurit-prajurit muda bahu-membahu bersama warga. Mereka tidak hanya menenteng senjata, tapi juga memanggul alang-alang, menyusun jerami, mengikat batang kayu, menjahit ulang identitas budaya Papua dengan penuh hormat dan kasih.

Dipimpin oleh Sertu Ismail, kegiatan berjalan penuh semangat.

Honai bukan sekadar rumah. Ia adalah jantung budaya. Ini warisan leluhur bangsa, dan kami bangga bisa menjadi bagian dari penjagaannya,” ujar Sertu Ismail, di sela-sela aktivitasnya menaikkan jerami ke atap.

Tak ada perintah militer di sini, yang ada hanyalah suara tawa, peluh, dan kerja sama. Para prajurit bergerak bukan dalam formasi tempur, tapi dalam formasi kemanusiaan, menyatu dengan masyarakat, menyerap nilai-nilai lokal, dan menjadi bagian dari denyut kehidupan Papua.

Danpos Gome, Lettu Inf Na’im Aryo, menyampaikan pesan mendalam dari kegiatan tersebut:

Inilah esensi kehadiran kami. Menjadi bagian dari masyarakat, hadir dengan cinta, bukan sekadar menjalankan tugas. Membangun honai berarti membangun jembatan hati antara TNI dan rakyat.

Sementara itu, Bapak Pindanius Tabuni, sang pemilik honai, tak kuasa menahan rasa harunya. Baginya, rumah ini lebih dari sekadar tempat tinggal. Honai adalah ruang suci: tempat mereka bercerita, berkumpul, dan merawat akar budaya.

Saya sangat bersyukur. TNI datang bukan untuk memerintah, tapi membantu dengan tulus. Honai ini bukan cuma rumah, tapi hati kami. Sekarang, kalian sudah seperti saudara bagi kami. Tuhan berkati kalian semua.”

Di bawah langit Gome, sebuah honai kini berdiri tegak. Bukan hanya dari kayu dan jerami, tetapi dari cinta, persaudaraan, dan penghormatan terhadap warisan leluhur. Dan di baliknya, berdiri pula prajurit-prajurit 700/WYC. Bukan hanya sebagai penjaga batas negeri, tapi sebagai pelindung nilai-nilai luhur yang hidup di dalam hati rakyat.(*)

Editor: Bro Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *