Tiga Mahasiswa Sejarah UNAIR Juara di Ajang Islamic Strategic Conference 2025, Usung Tema Relasi Ulama dan Negara

Edukasi27 Views

Surabaya, – Tiga mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR) menorehkan prestasi membanggakan di ajang Islamic Strategic Conference 2025 yang digelar oleh Departemen Kajian dan Strategi (Kastrat) UKM Kerohanian Islam UNAIR.

Mereka adalah Muchammad Alfin Nasikh, Muhammad Hafid Alqowy, dan Deo Ramdani Chaeruddin, trio mahasiswa yang dikenal kompak, baik di ruang diskusi maupun di arena kompetisi.

“Kami satu tongkrongan, sering ikut lomba bareng juga. Jadi sudah tahu ritme kerja masing-masing,” ujar Alfin sambil tersenyum.

Tahun ini, Islamic Strategic Conference mengusung tema besar “Ghazwul Fikri: Responding to 21st Century Ideological Challenges through Islamic Thought Strategies.”

Para peserta diminta menulis esai ilmiah yang menggali strategi pemikiran Islam dalam menghadapi tantangan ideologi abad ke-21. Tim Ilmu Sejarah UNAIR tampil dengan tulisan berjudul “Agama yang Terkooptasi: Tinjauan Historis Relasi Ulama-Negara dalam Lanskap Sosial-Politik Indonesia.”

Dalam esai itu, mereka menyoroti keterlibatan ulama dalam politik kekuasaan Indonesia yang, secara tidak langsung, membuat sebagian masyarakat Muslim menjauh dari ruang sosial-politik. “Kami membandingkan fenomena itu dengan masa keemasan Islam, saat para ulama dan ilmuwan besar tetap independen dari penguasa meski hidup dalam tekanan politik,” jelas Alfin.

Berjuang di Waktu Terbatas, Hasil Tak Mengkhianati Usaha

Proses menuju kemenangan tidak mudah. Tim ini hanya memiliki lima hari untuk menyelesaikan esai sebelum batas pengumpulan. Malam-malam mereka pun diisi dengan begadang dan diskusi panjang demi menyusun argumen terbaik.

“Waktu presentasi di babak final cuma sepuluh menit, jadi kami harus ringkas tapi tetap tajam. Syukurlah, kami berhasil meraih juara 3,” ungkap Alfin dengan bangga. Final dan pengumuman pemenang berlangsung di Gedung Kuliah Bersama (GKB) UNAIR, dan menjadi ajang unjuk intelektualitas antar mahasiswa lintas fakultas.

Di balik kemenangan itu, ada kisah ringan yang tak kalah menarik. Alfin mengaku sempat bolos kuliah beberapa kali demi fokus menulis. “Lucunya ya itu, saya sampai bolos kelas demi nyelesaiin tulisan,” katanya sambil tertawa. Namun dari situ, ia belajar tentang disiplin dan tanggung jawab, bagaimana menyeimbangkan akademik dengan pengembangan diri di luar kelas. “Sekarang saya lebih bisa ngatur waktu dan lebih matang secara pribadi maupun intelektual,” tambahnya.

Bagi Alfin, kemenangan ini bukan hasil instan. Ia sudah berkali-kali ikut lomba, dan baru dua kali naik podium. “Kuncinya cuma satu: banyak membaca. Saya biasakan baca minimal 20 halaman buku nonfiksi setiap hari. Jadi waktu ada lomba, ide dan referensi sudah siap,” tuturnya.

Pesan Alfin sederhana namun kuat yaitu jangan menyerah dan teruslah belajar dari setiap kegagalan. Dari tongkrongan kampus hingga panggung konferensi, tiga mahasiswa sejarah UNAIR ini membuktikan bahwa kegigihan dan semangat literasi bisa membawa mereka menembus batas.(*)

(pkip/sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *