Sarasehan Batik FRAKTAL, Yuliati Umrah ALIT Indonesia: Blitar Punya Batik Sendiri Yang Sarat Akan Nilai!

Kultural129 Views

Blitar, – Telah digelar sarasehan mengenai batik oleh Perpusnas Bung Karno bekerja sama dengan Gallery Dewa Dewi Rama Daya by ALIT Indonesia dan Patria Wastra Blitar dalam rangka ulang tahun perpusnas Bung Karno  ke-20.  Serial acara ini digelar juga dalam rangka memperingati Hari Literasi Nasional pada Kamis (4/7/2024).

Sarasehan yang mengulas tentang Batik Klasik yang masih belum tereksplorasi di Blitar berdasarkan beberapa riset pada relief candi Penataran tersebut, dihadiri ratusan peserta dari berbagai kota selain warga kota Blitar sendiri. Nampak hadir para pejabat Dinas Pariwisata Kabupaten Blitar, Dandim Blitar, seniman batik Tulungagung, seniman batik kabupaten Blitar, Malang juga para pustakawan dari berbagai wilayah.

Sarasehan diisi oleh 3 narasumber yakni Yuliati Umrah, pemilik gallery Dewa Dewi Rama Daya yang berada di Ubud Bali dan Surabaya sekaligus Direktur Eksekutif ALIT Indonesia. Yuliati Umrah adalah wanita luar biasa hingga pernah mendapatkan penghargaan internasional sebagai salah satu dari 80 pemimpin terbaik dunia versi pemerintah AS. Penghargaan tersebut diterima atas perannya dalam pendampingan kaum perempuan pewastra dari jeratan eksploitasi dan trafficking melalui beragam kegiatan pemberdayaan.

Hadir pula sebagai narasumber, Enny Setiawati yang seorang perajin batik senior dari kota Blitar serta narasumber dari kalangan generasi milineal, Ryan Yugo yang merupakan seorang pendidik di sekolah menengah atas sekaligus pegiatn wastra kota Blitar.

Paparan berlangsung sangat interaktif dan menarik sehingga membangkitkan antuasiasme para peserta.

Yuliati dalam paparannya, menjelaskan secara mendetail tentang “nilai” sebuah batik tak hanya pada bahan dan teknik pembuatannya tetapi mengenani filosofi motif yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam dan penciptanya serta hubungan manusai dengan kondisi sosial sekitarnya.

“Motif batik yang berbeda dengan sekedar menggambar atau melukis di atas kain, tetapi terdapat pola yang sangat berbeda dengan llukisan atau gambar umumnya. Pola inilah yang disebut dengan fraktal, dimana terjadi pengulangan yang sangat mirip dan terus tersambung. Pola batik sangat erat kaitannya dengan keterhubungan satu titik hingga meluas dan itulah yang disebut dengan ambaning titik (batik) atau satu titik yang terus membesar dan meluas,” papar Yuliati Umrah dalam kesempatan tersebut.

Kekayaan khazanah motif batik, lanjut Yuliati Umrah, terus berkembang terutama di ruang batik pesisiran dan kontemporer, namun tidak demikian dengan batik klasik yang banyak mengalami stagnasi. Dalam kesempatan tersebut, Yuliati menyampaikan bahwa masih sangat banyak ragam motif kain yang bisa dieksplorasi lebih lanut di banyak relief dan arca candi era Mataram Kuno dan Jawa Klasik.

“Blitar sendiri merupakan wilayah yang memiliki candi dengan jumlah terbanyak di Indonesia yang berdiri sejak era Kahuripan hingga Majapahit. Salah satu yang menarik untuk dieksplorasi adalah relief candi Penataran yang menggambarkan banyak cerita salah satunya yang paling terlenal adalah verita tentang Garudeya, penyelamat ibunya dari siksaan ular berepala 3 sehingga dimana arca Garudeya inilah yang menginspirasi Bung Karno menjadikan burung Garuda sebagai lambang negara kita,” ucapnya menambahkan.

Relief lainnya dalam beberapa panil candi Penataran, lanjut wanita kelahiran Madura itu, juga menampilkan rangkaian cerita tentang Panji, yaitu epos wayang Panji dimana menggambarkan suasana hati Galuh Candar Kirana saat menanti kekasihnya Panji Asmarabangun atau Raden Inu kertapati. Kehadirannya sang kekasih, lanjut Yuliati, menyembuhkan sakit Candra Kirana dan tergambar pula pertemuan membahagiakan itu dimana Inu Kertapati di dalam relief tergambarkan mengenakan Ikat Kepala dan kain menjuntai bermotif seperti Mandala.

“Bila dicocokkan dengan Kidung Malat, bahwa pakaian yang dikenakan Inu Kertapati berwarna ungu dengan motif disebut Wirangrong. Bila dicek lebih lanjut motif tersebut mirip dengan motif Kawung namun dipenuhi bunga di isen-isennya serta utomo-nya pada ceplok bunga di tengah. Motif yang lebih mirip sebagai Mandala yang merupakan motif suci dimana keindahan cinta pasangan itu adalah cinta yang suci dan penuh makna yang membahagiakan,” papar Yuliati detail.

Hal yang sangat menarik, lanjut Yuliati Umrah, apabila motif Batik Wirangrong dapat dikembangkan oleh Blitar baik kota maupun kabupaten sebagai batik klasik yang dapat dikenakan sebagai bagian dalam tradisi masyarakat Blitar maupun Jawa Timur umumnya terutama dalam upacara pernikahan, ulang tahun pernikahan maupun lamaran dimana selama ini setiap momen tersebut masayarakat umumnya megenakan batik bermotif yang umumnya dipakai dari Jawa Tengah dan Jogja seperti Sido Mulyo dan Sido Asih.

“Batik motif Wirangwong dapat menjadi bagian penting tak hanya soal pelestarian motif tetapi cerita epos wayang Panji yang juga telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia tentan ingatan kolektif (cerita tutur, red.) yang sama-sama harus terus dilestarikan. Nilai luhur dalam cerita epos Wayang Panji yang berkembang pesat saat pemerintahan Majapahit yang diinisasi di Era Singhasari di jaman Narasinghamurti Berkuasa, beberapa panil di Candi Jajago Malang juga mengupas tentang epos wayang Panji, candi tempat Pendarmaaan Narasinghamurti ini,” ujar alumnus FISIP Universitas Airlangga itu.

Dalam sarasehan tampak muncul semangat bersama dari para peserta sehingga nampak saat mereka memberikan pendapat bahwa penting bagi pemerintah di Blitar Raya, atau pemerintah Provinsi Jawa Timur bahkan pemerintah nasional melalui UPT Perpusnas Bung Karno untuk melakukan upaya serius dalam pengembangan motif batik Wirangrong ini.

Diskusi yang berlangsung gayeng tersebut, dinilai menjadi inspirasi bagi para peserta yang hadir dan berharap akan dapat membangun ajang kerjasama semua pihak untuk mewujudkan Batik Wirangrong yang penuh nilai dan makna yang memenuhi unsur motif fraktal tersebut.

(tommy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *