Prajurit dan Pelukan: Cerita Kemanusiaan di Pedalaman Papua

Humanitas420 Views

Sinak, – Di pedalaman Papua, di antara sunyi hutan dan gagahnya pegunungan Sinak, ada kisah yang tak tercatat dalam buku sejarah, tapi hidup dalam ingatan banyak hati. Kisah tentang peluh, pelukan, dan cinta tanpa pamrih dari prajurit-prajurit TNI kepada mama-mama Papua yang berjalan jauh, menembus medan berat hanya demi satu hal: harapan.

Mama-mama dari Kampung Gigibak, Distrik Sinak, berangkat sejak fajar. Mereka berjalan kaki menyusuri jalan setapak, membawa anak, membawa rasa cemas, namun juga membawa keyakinan: bahwa di Pos Komando Utama (Kout) Satgas Yonif 700/WYC, ada tangan-tangan yang akan menyambut mereka tanpa syarat.

Dan benar. Di Pos Kout Sinak, tak ada sekat antara seragam loreng dan kulit yang mulai keriput. Para prajurit TNI menyambut mereka bukan dengan formalitas, melainkan dengan pelukan hangat, senyum yang menenangkan, dan sapaan yang menyentuh hati.

Mereka datang bukan hanya membawa kotak obat, tetapi juga hati yang siap melayani. Pemeriksaan kesehatan, pembagian vitamin, pengobatan ringan, hingga edukasi sederhana diberikan dengan cara yang penuh kelembutan. Tak ada suara keras, tak ada jarak yang membatasi. Yang ada hanyalah rasa saling percaya.

Letda Ckm Muh. Akbar, Amd.Kep, Danpos Kout Sinak, menatap haru mama-mama yang duduk di pelataran pos.

“Kami tahu, mereka berjalan jauh. Tapi yang lebih jauh dari itu adalah perjuangan hidup mereka setiap hari. Tugas kami bukan hanya menjaga keamanan, tapi juga menjadi bagian dari kehidupan mereka,” ucapnya.

Salah satu mama, yang enggan disebutkan namanya, menatap mata para prajurit dan berkata pelan:
“Kami tidak punya banyak. Tapi TNI datang. Mereka bantu kami, dengar cerita kami. Mereka peluk kami seperti anak sendiri. Itu lebih dari cukup.”

Anak-anak kecil bermain di pelukan prajurit, ada yang tertawa, ada yang menyandar manja di bahu tentara yang barangkali mengingatkan mereka pada ayah yang jarang di rumah. Sementara para ibu menahan air mata haru saat tensi mereka dicek, atau saat ada yang bertanya, “Mama sehat? Mama makan tadi pagi?”

Kisah di Pos Kout Sinak bukan soal operasi militer. Ia adalah kisah cinta yang diam-diam bekerja, di antara jarak yang jauh dan keterbatasan fasilitas. Para prajurit Satgas Yonif 700/WYC hadir tak sekadar mengamankan wilayah, tapi juga menghangatkan hati-hati yang lama merasa sepi.

Inilah wajah Indonesia yang seharusnya: hadir di mana pun rakyat membutuhkan. Di pelosok yang sering terlupa, TNI datang membawa bukan hanya senjata, tapi juga pelukan dan pengertian. Di sinilah, pelindung dan rakyat menjadi satu—diikat oleh empati, bukan sekadar tugas.

Dan di ujung Papua sana, pelukan itu masih menghangat. Karena terkadang, yang paling dibutuhkan bukanlah obat paling mahal, tapi kehadiran yang tulus dan hati yang mau mendengar.

(Bro/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *