Pelukan Tak Terucap: Ketika Loreng Menjadi Warna Cinta di Sekolah Papua

Edukasi584 Views

Sinak, Papua – Di tengah sunyi pegunungan Papua yang menjulang dan heningnya udara pagi di SD Inpres Sinak, tiba-tiba pecah tawa riang anak-anak yang menyambut tamu tak biasa. Mereka bukan artis atau pejabat. Mereka adalah para prajurit TNI, berseragam loreng, bersenyum hangat, yang datang bukan untuk patroli, tapi untuk bermain, menemani, dan menyayangi.

Bersama Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti Pos Kout Sinak, pagi itu menjadi panggung kebahagiaan. Di halaman sekolah, puluhan murid mengikuti gerakan olahraga yang dipandu para prajurit. Tak ada rasa takut, tak ada jarak. Yang tersisa hanyalah ikatan batin yang tumbuh dari ketulusan. Senam berubah jadi tarian suka cita. Permainan menjadi ruang pertemanan yang murni.

Lalu datang kejutan kecil yang membuat mata anak-anak itu berbinar: biskuit Roma, minuman Energen, dan permen manis. Mungkin bagi sebagian orang, itu hal sepele. Tapi di sini, di tanah yang kerap sunyi dari perhatian, bingkisan itu adalah bentuk nyata dari pelukan tak terucap. Rasa dicintai, rasa dianggap ada.

Marten, guru olahraga SD Inpres Sinak, menyaksikan semua itu dengan mata yang sedikit berkaca. “Kehadiran bapak-bapak TNI seperti cahaya. Anak-anak jadi bersemangat. Mereka merasa dihargai, disapa, dan diperhatikan,” ujarnya, Selasa (27/5/2025).

Di tengah riuh itu, Letda Ckm Muh. Akbar, Danpos Sinak, memilih duduk bersila di antara anak-anak. Ia tak banyak bicara, tapi saat diminta menjelaskan makna kehadiran Satgas hari itu, ia hanya berkata pelan, “Kami ingin mereka tahu bahwa mereka tak sendiri. Kami datang bukan hanya membawa senjata, tapi juga cinta. Mimpi-mimpi mereka layak diperjuangkan.”

Di tempat sejauh Sinak, tempat yang kerap dilupakan peta pembangunan dan perhatian nasional, prajurit TNI hari itu menjelma bukan sebagai penjaga semata. Mereka menjadi peluk hangat. Mereka menjadi teman. Mereka menjadi simbol harapan.

“Terima kasih, Om TNI!” seru seorang anak perempuan sambil memeluk kotak Energen yang ia genggam erat, seolah takut kebahagiaan itu akan hilang begitu saja.

Dan di tengah tawa itu, langit Papua seolah ikut tersenyum. Karena di balik loreng yang gagah, ternyata ada hati yang tak segan merendah untuk menyentuh dunia kecil anak-anak. Dunia yang mungkin belum mengerti politik, belum kenal konstitusi, tapi tahu bagaimana rasanya dicintai meski tanpa kata, cukup dengan hadir, bermain, dan tersenyum.

(Arif/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *