Peluh di Ladang, Haru di Pasar: TNI Borong Hasil Kebun Mama Papua

Ekonomi619 Views

Pintu Jawa, Papua – Di sebuah pagi yang sejuk di Kampung Pintu Jawa, aroma tanah basah dan sayuran segar memenuhi udara. Di bawah tenda sederhana, deretan kol, cabai merah, dan daun ubi tertata rapi di atas tikar. Mama-mama Papua duduk bersila, menanti pembeli seperti biasa. Namun hari itu berbeda, karena yang datang adalah prajurit-prajurit TNI dari Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti.

Mereka datang tidak dengan wajah tegang atau langkah kaku. Mereka datang dengan senyum, sapaan hangat, dan niat tulus: memborong seluruh hasil kebun yang dibawa warga. Tak satu pun tersisa.

“Kami tidak hanya menjaga perbatasan, kami juga ingin menjaga senyum rakyat,” ujar Letda Inf Risal, Danpos Pintu Jawa, yang memimpin langsung kegiatan tersebut. “Dengan membeli hasil panen warga secara langsung, kami ingin membantu mereka mendapatkan penghasilan tanpa harus melalui tengkulak atau proses jual beli yang merugikan.” imbuhnya.

Bagi Mama Rani, seorang petani sekaligus ibu dari tiga anak, kedatangan TNI seperti angin segar yang membawa harapan.

“Biasanya kami makan sendiri atau dijual murah. Hari ini, tentara datang, beli semua. Saya senang… sekali,” ujarnya lirih sambil menggendong anak bungsunya.

Pagi itu berubah menjadi pesta kecil. Anak-anak berlarian di antara truk dan barisan prajurit, tertawa, bermain, bahkan berswafoto dengan abang-abang tentara yang ramah. Tak ada jarak. Yang terasa hanyalah kehangatan dan kebersamaan.

Di wilayah pedalaman seperti Pintu Jawa, akses ke pasar sangat terbatas. Banyak hasil bumi petani hanya bertahan di kebun atau dapur. Kehadiran Satgas Yonif 700/WYC menjawab sebagian dari kerumitan itu. Mereka tak hanya menjaga keamanan, tapi juga menghadirkan keadilan ekonomi dalam wujud yang paling sederhana, membeli dengan hati.

“Ini bukan aksi sesaat. Kami ingin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Menjadi sahabat, menjadi mitra, bukan hanya penjaga dari kejauhan,” tambah Letda Risal.

Apa yang dilakukan TNI hari itu mungkin tak masuk berita utama nasional. Tapi bagi warga kampung kecil di sudut Papua, itu adalah kejadian besar yang akan terus diceritakan. Tentang hari ketika peluh di ladang akhirnya mendapat imbalan yang layak. Tentang pasar yang penuh haru. Tentang tentara yang datang bukan dengan perintah, tapi dengan kasih.

Karena di tanah yang jauh dari pusat negeri, kadang yang paling dibutuhkan hanyalah tangan yang mau menggenggam dan mata yang benar-benar melihat.(*)

 

(Bro/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *