Lemhannas RI Gagas Transformasi Pertanian: Jalan Strategis Menuju Ketahanan Nasional

POLITIKANA733 Views

Jakarta, – Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian dan ancaman krisis pangan yang makin nyata, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menggelar langkah konkret untuk memperkuat ketahanan nasional melalui sektor strategis: pertanian. Lewat Seminar Nasional Transformasi Ekosistem Pertanian, pada Selasa (29/7/2025), Lemhannas RI mengajak bangsa ini menengok kembali akar kekuatan Indonesia yaitu tanah dan pangan.

Mengangkat tema besar Transformasi Ekosistem Pertanian Guna Mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dalam Rangka Memperkokoh Ketahanan Nasional, seminar ini menjadi bagian penting dari Program Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) LXVIII 2025. Bertempat di Ruang Gadjah Mada, Gedung Pancagatra, Jakarta, forum ini mempertemukan para tokoh lintas sektor: dari pejabat tinggi Lemhannas RI, Kementerian Pertanian, Bank Indonesia, hingga akademisi dan pemangku kepentingan daerah.

Indonesia pernah menjadikan sawah dan ladang sebagai simbol kejayaan. Tapi kini, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun, lahan pertanian menyusut oleh alih fungsi, dan inflasi pangan terus menghantui dapur rakyat.

“Ketahanan nasional tak cukup dijaga dengan senjata atau teknologi militer. Tanpa ketahanan pangan, stabilitas negara pun goyah,” tegas Mayjen TNI Dr. Farid Makruf, M.A., Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Strategi Ketahanan Nasional Lemhannas RI.

Menurut Farid, krisis pangan bukan ancaman fiktif. Fluktuasi harga beras, cabai, dan komoditas pokok lainnya telah berulang kali mengguncang ekonomi rumah tangga. Ia menegaskan bahwa memperkuat ekosistem pertanian adalah bagian dari membangun fondasi strategis bangsa.

Paparan para narasumber membuka tabir realitas yang tak bisa ditutup-tutupi. Firman Mochtar dari Bank Indonesia memaparkan bagaimana sektor pertanian kini menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, namun kontribusinya terhadap PDB terus melemah.

“Ironis. Tenaga kerja kita menggantungkan hidup pada sektor ini, tapi insentif dan perhatian justru mengecil. Ini bisa memicu ketimpangan dan instabilitas sosial,” kata Firman.

Ia menekankan pentingnya memperkuat keterkaitan pertanian dengan sektor industri melalui hilirisasi dan distribusi berbasis teknologi. “BI mendorong bauran kebijakan moneter untuk menyokong sektor pertanian. Ketahanan pangan adalah wajah lain dari ketahanan makroekonomi.”

Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, menyampaikan pandangan yang menggugah: pertanian bukan semata persoalan produksi, tetapi soal geopolitik dan kedaulatan bangsa.

“Kita harus beranjak dari pendekatan ‘produksi sentris’ menuju ‘ekosistem sentris’. Tanpa reformasi distribusi, kelembagaan petani, dan modernisasi teknologi, pertanian kita akan terus menjadi korban ketimpangan,” ujarnya.

Arif juga menekankan pentingnya hilirisasi pangan untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani. Menurutnya, transformasi bukan pilihan, melainkan keniscayaan.

Sepanjang 2024, beras, cabai, dan bawang merah menjadi biang inflasi nasional. Meski pada 2025 inflasi terkendali di kisaran 2,5%, struktur pasar pangan masih rapuh.

Sebagai respons, Bank Indonesia menggulirkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Empat pilar strategis GNPIP mencakup: keterjangkauan harga (K1), ketersediaan pasokan (K2), kelancaran distribusi (K3), dan komunikasi efektif (K4).

Tak hanya itu, melalui skema Insentif Likuiditas Makroprudensial (KILM), BI mengalokasikan Rp122,5 triliun dari total Rp376 triliun untuk mendukung sektor pertanian, perdagangan, dan industri. Ini diperkuat strategi Three-Pronged Hilirisasi yakni prioritas komoditas strategis, penguraian hambatan kebijakan, dan penguatan daerah.

Lemhannas RI menegaskan bahwa seminar ini bukan sekadar forum diskusi elite, melainkan gerakan awal membangun kesadaran nasional bahwa pertanian adalah jantung ketahanan bangsa.

Forum ini dihadiri lintas lapisan masyarakat, dari unsur TNI/Polri, ASN, akademisi, hingga masyarakat umum. Satu pesan penting mengemuka: pertanian bukan masa lalu yang ditinggalkan, tapi masa depan yang harus diselamatkan.

“Ini adalah momentum kebangkitan. Mari kita kembalikan martabat pertanian sebagai kekuatan strategis bangsa,” tutup Farid Makruf penuh semangat. (*)

(Sarifah/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *