Jihad Generasi Digital, Gus Amak: Jangan Jadi Prajurit Informasi yang Asal Menyerang

Religiusitas184 Views

Surabaya, – Di tengah derasnya arus informasi dan perang opini di dunia maya, Pengasuh Pondok Pesantren Bayt Al-Hikmah Pasuruan, KH Nailur Rochman, mengingatkan pentingnya kedisiplinan dalam bermedia sosial. Menurutnya, jihad generasi digital hari ini adalah menahan jari dari komentar yang bisa melukai dan memecah belah.

“Jihad hari ini bukan lagi soal mengangkat senjata, tapi mengendalikan jempol. Jangan jadi prajurit informasi yang asal menyerang,” tegas Gus Amak dalam Majelis Subuh GenZI (MSG) ke-23 bertema “Jihad GenZI di Era Digital di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, hari ini, Minggu (26/10/2025).

Kiai muda yang akrab disapa Gus Amak itu menegaskan, dunia maya adalah ruang publik yang menuntut sikap dewasa dan beradab. Jihad digital berarti menjaga diri, mengendalikan emosi, dan berpikir sebelum menulis.

“Di dunia maya itu ada yang berpendidikan dan tidak, ada yang berkarakter dan tidak. Karena itu, kita harus tahu kapan berbicara dan kapan diam. Jangan memaksakan pendapat,” ujarnya.

Ia menyinggung fenomena yang disebutnya sebagai matinya kepakaran” yakni ketika banyak orang berbicara tanpa dasar keilmuan, hanya bermodal potongan video atau informasi sepotong.

“Jangan merasa paling tahu kalau tidak punya ilmunya. Semua ucapan dan komentar di dunia digital tetap akan dipertanggungjawabkan,” kata Gus Amak.

Menurutnya, jihad di dunia digital adalah melawan diri sendiri, menjaga agar jari tidak digerakkan oleh amarah. Ia mencontohkan teladan Sayyidina Ali yang pernah mundur dari peperangan setelah diludahi musuhnya.

“Kalau berjuang karena emosi, itu bukan lagi karena Allah. Di dunia digital pun sama, jangan menulis karena marah atau ingin viral,” tambahnya.

Sementara itu, sang istri, Ning Hj Widad Bariroh, menyoroti lemahnya adab masyarakat Indonesia di dunia maya. Berdasarkan survei 2024, Indonesia menempati peringkat ke-9 pengguna media sosial terbanyak di Asia Pasifik, namun peringkat ke-3 terbawah dalam hal etika digital.

“Kita ramai di media sosial tapi miskin adab. Banyak yang merasa aman karena dunia digital dianggap anonim, padahal itu tetap ruang publik,” ujarnya.

Ning Widad mengingatkan, adab adalah fondasi peradaban. Semakin canggih teknologi, semakin tinggi pula tanggung jawab moral pengguna.

“Kalau hati tidak hadir saat mengetik, maka komentar bisa jadi senjata yang menyakiti. Dunia digital butuh kedisiplinan moral, bukan sekadar kemampuan teknis,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan yang relevan dengan generasi muda. Orang saleh atau muslih, katanya, harus sekaligus alim di dunia digital yang paham cara berinteraksi dengan bijak dan proporsional.

“Anak muda sekarang senang yang viral dan cepat. Tapi viral belum tentu benar. Maka jihadnya adalah menghadirkan kebaikan, bukan sekadar ramai,” tambahnya.

Di akhir acara, Gus Amak dan Ning Widad menyampaikan apresiasi atas semangat Majelis Subuh GenZI, yang dinilai mampu menjembatani nilai-nilai keislaman dengan semangat generasi digital.

“Baru kali ini saya ngaji subuh bersama anak-anak GenZI. Orang tua mereka pun sebaiknya ikut, supaya tahu medan perjuangan anak-anaknya di dunia digital,” kata Ning Widad.

Majelis Subuh GenZI merupakan gerakan dakwah kreatif yang konsisten menguatkan karakter religius dan nasionalis di tengah era disrupsi informasi. Pesannya tegas bahwa jihad masa kini bukan sekadar di medan perang, tetapi di medan siber yakni melawan ego, menjaga adab, dan mempertahankan ketahanan moral bangsa.(*)

(Mas/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *