Jakarta, – Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117 yang digelar di Aula IMERI FKUI Salemba, Jakarta, Selasa (20/5/2025), Mantan Kepala Pusat Kesehatan TNI, Mayjen TNI (Purn) dr. Budiman, SpBP-RE, MARS, menggelorakan seruan keras tentang ancaman serius terhadap ketahanan kesehatan nasional Indonesia.
Dalam orasi di Mimbar Bebas Salemba Bergerak, Budiman menyampaikan keprihatinannya atas arah transformasi sektor kesehatan yang dinilai justru menciptakan kerentanan strategis. Ia mengkritik keras gaya kepemimpinan Menteri Kesehatan yang dinilai otoriter dan menurunkan moral tenaga kesehatan.
“KETAHANAN KESEHATAN NASIONAL KITA TENGAH TERANCAM, dan ancaman itu datang dari dalam, dari kebijakan yang menjauh dari semangat kolaborasi,” tegas Budiman.
Mantan perwira tinggi TNI ini menekankan bahwa dalam strategi pertahanan, seorang panglima yang kehilangan kepercayaan pasukannya mustahil memenangkan pertempuran. Hal yang sama, menurutnya, tengah terjadi di sektor kesehatan saat ini.
“Bagaimana kita bisa menang melawan penyakit, jika pemimpin sektor kesehatan memusuhi para dokternya sendiri?” ujarnya.
Budiman juga menyoroti kebijakan pembukaan fakultas kedokteran baru dan pelaksanaan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit tanpa melibatkan universitas dan kolegium. Ia menilai hal tersebut sebagai potensi degradasi kualitas tenaga medis yang membahayakan masa depan kesehatan nasional.
“Satu batalyon pasukan terlatih lebih berguna dari seribu yang tidak kompeten. Sama halnya dengan dokter. Kita tak bisa kompromi dalam kualitas,” katanya lantang.
Kecenderungan komersialisasi layanan kesehatan dan wacana medical tourism juga dikritik sebagai paradoks. Menurut Budiman, jika sistem pelayanan kesehatan nasional terus diframing negatif, maka tidak sejalan dengan upaya menarik pasien dari luar negeri.
Lebih jauh, ia mengkritisi rencana pelatihan dokter umum untuk melakukan operasi besar seperti sectio caesaria sebagai kebijakan berisiko tinggi, serta menekankan pentingnya dukungan pada program-program teruji seperti Kapal Satria Airlangga dan kapal-kapal layanan kesehatan milik TNI AL.
Sebagai solusi, Budiman mengajukan lima seruan strategis: membuka dialog antara Kemenkes dan stakeholder, menghentikan liberalisasi pendidikan kedokteran, memperkuat layanan primer dan preventif berbasis daerah, mengevaluasi transformasi kesehatan nasional secara independen, serta membangun pendidikan dokter spesialis berbasis kolaborasi universitas, kolegium, dan rumah sakit.
Orasinya ditutup dengan pekikan nasionalisme yang menggema:
“Kesehatan adalah garis pertahanan terdepan bangsa! Demi kesehatan, demi kedaulatan, demi Indonesia – MERDEKA!”
Pernyataan Budiman menjadi suara keras dari kalangan medis-militer yang mengingatkan pentingnya meletakkan kualitas, keselamatan, dan kedaulatan dalam setiap kebijakan kesehatan nasional. Di tengah momentum Kebangkitan Nasional, orasi ini menjadi cermin bahwa perjuangan belum usai – terutama dalam menjaga benteng terakhir bangsa: kesehatan rakyat Indonesia. (*)
Editor: Sulaiman













