Dua Mahasiswa Ini Ciptakan Inovasi Pengobatan Diabetes Lewat Teknologi Sel Punca, Sabet Juara 1 Nasional

Edukasi24 Views

Surabaya, – Inovasi baru di bidang kesehatan kembali lahir dari tangan-tangan muda Universitas Airlangga (UNAIR). Dua mahasiswa lintas jurusan, M. Ibaness Maula Ardinata dari Fakultas Kedokteran (FK) dan Nabila Fariha Hanim dari Fakultas Farmasi (FF), sukses menorehkan prestasi gemilang di ajang Islamic Medical Scientific Competition and Collaboration Seminar Organized (IMSCOBI) 2025.

Keduanya berhasil menyabet Juara 1 sekaligus predikat Best Essay dalam kompetisi nasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Kerohanian Islam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya pada 31 Oktober-2 November 2025.

Karya ilmiah yang mengantarkan kemenangan itu berjudul “Optimalisasi Kelangsungan Cangkok CiPSCs Sel Islet Pankreas melalui Nanoenkapsulasi Layer-by-Layer Kolagen dan Partikel Imunosupresan Non-Sistemik sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 1 dalam Perspektif Islam.”

Meski terdengar kompleks, gagasan mereka berangkat dari keresahan sederhana yaitu bagaimana agar penderita diabetes tipe 1 tak harus bergantung pada insulin seumur hidup. “Selama ini terapi insulin hanya memperpanjang harapan hidup, bukan menyembuhkan total,” jelas Nabila.

Dari riset yang mereka lakukan, ditemukan bahwa kerusakan sel beta pankreas, penyebab utama diabetes tipe 1, berpotensi diperbaiki lewat transplantasi sel punca (stem cell). Dengan memulihkan fungsi alami produksi insulin, pengobatan bisa dilakukan secara lebih menyeluruh.

Namun, tim ini tak berhenti di situ. Mereka juga menemukan kendala besar bahwa penolakan tubuh terhadap transplantasi sel punca. “Transplantasi sering gagal karena sistem imun menolak sel baru. Jadi kami mencari cara agar proses cangkok bisa optimal,” ungkap Ibaness.

Solusi yang mereka tawarkan adalah menggunakan teknologi nanoenkapsulasi layer-by-layer kolagen, yaitu teknik menyusun lapisan kolagen pelindung di sekitar sel punca. “Dengan lapisan ini, sel cangkok jadi lebih tahan lama di tubuh penerima. Efeknya signifikan: pasien bisa memperpanjang jeda penggunaan insulin,” jelas Nabila.

Selain itu, mereka juga menambahkan partikel imunosupresan non-sistemik, yang dinilai lebih aman karena menekan reaksi penolakan tubuh tanpa menimbulkan efek samping toksik seperti obat imunosupresan sistemik pada umumnya. “Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efektivitas transplantasi, tapi juga lebih ramah bagi tubuh pasien,” imbuh Ibaness.

Meski masih berupa kajian ilmiah, ide cemerlang ini menyentuh ranah riset yang jarang dieksplorasi di Indonesia. Keduanya mengaku sempat kesulitan mencari literatur karena penelitian tentang transplantasi sel punca pankreas masih sangat terbatas.

“Kami berharap esai ini bisa jadi pijakan untuk penelitian lanjutan dan membuka peluang pengobatan diabetes tipe 1 secara total,” tutur Nabila.

Ia juga berharap inovasi semacam ini bisa dikembangkan di Indonesia, bukan hanya oleh ilmuwan luar negeri. “Bioteknologi masih jarang disentuh di sini. Kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa Indonesia pun bisa ikut berkontribusi dalam riset medis global,” pungkasnya.

Lewat perpaduan ilmu kedokteran dan farmasi, dua mahasiswa UNAIR ini membuktikan bahwa inovasi penyembuhan bukan hanya soal teknologi tinggi, tapi juga keberanian untuk berpikir melampaui batas.(*)

(pkip/sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *