
Puncak, Papua – Di tengah sunyi dan dinginnya belantara Papua, harapan sering datang dari tempat yang tak disangka. Bukan dari rumah sakit mewah, bukan pula dari dokter berpakaian putih-putih, melainkan dari prajurit berseragam loreng, yang mendekap senjata di satu sisi dan membawa hati yang peduli di sisi lain.
Hari ini, Rabu (18/6/2025), Pos Pintu Jawa Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti menyulap tenda lapangan menjadi ruang pengobatan darurat. Seorang warga Kampung Wombru, Distrik Mage’Abume, Kabupaten Puncak, bernama Diku, datang dengan luka serius di kaki. Di wilayah yang terpencil dan jauh dari layanan kesehatan, luka semacam ini bisa berubah jadi petaka.
Namun Diku tak harus menempuh jalan panjang ke kota. Di hadapannya, para prajurit TNI siap menangani lukanya dengan cekatan dan hati-hati. Mereka bukan tenaga medis profesional dari rumah sakit besar, tapi mereka memiliki satu hal yang lebih penting, kehadiran yang nyata di saat dibutuhkan.
“Saya kira harus ke dokter di kota, tapi ternyata di sini juga ada ‘dokter berseragam’. Mereka cepat dan tahu caranya,” kata Diku, senyumnya mengalahkan rasa sakit.
Letda Inf Risal, Komandan Pos Pintu Jawa, menegaskan bahwa misi mereka di Papua tak berhenti pada tugas pertahanan semata. “Ini tentang kemanusiaan. Setiap kali kami bisa menyembuhkan luka warga, di situlah tugas kami terasa utuh sebagai pelayan bangsa,” ujarnya.
Kehadiran Satgas Yonif 700/WYC di Tanah Papua bukan hanya sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan, tetapi juga sebagai penghubung nurani antara negara dan warganya yang paling terpencil. Di balik ransel dan senjata, mereka memikul amanah: menjadi bagian dari kehidupan rakyat, membantu tanpa pamrih, mengobati tanpa membeda-bedakan.
Di tengah segala keterbatasan, TNI hadir bukan hanya sebagai pelindung, tapi juga sebagai penolong. Karena di Papua, luka yang disembuhkan bukan hanya luka di kulit, tapi juga luka di rasa percaya, bahwa negara tidak melupakan anak-anaknya, sejauh apa pun mereka berada.
(Barat/Sulaiman)













