Surakarta, – Minggu (27/4/2025) pagi, matahari baru setengah meninggi di langit Surakarta. Di sudut jalan kecil Kajen, Kelurahan Danukusuman, lapak sederhana milik Bapak Antok sudah mulai bersolek. Panci, wajan, ember, dan sapu plastik tersusun rapi, menanti tangan-tangan pembeli yang entah kapan akan datang.
Di tengah riuh sepi itu, langkah seorang berseragam loreng mendekat. Serda Tito, Babinsa Koramil 03/Serengan, datang bukan sekadar lewat. Ia membawa misi: membangkitkan semangat seorang pedagang kecil yang bergantung pada tiap rupiah yang dihasilkan.
“Selamat pagi, Pak. Gimana kabar usaha hari ini?” sapanya, seraya menyalami Bapak Antok dengan erat.
Di sela tawa kecil yang canggung, Bapak Antok bercerita tentang kerasnya hidup pasca pandemi, tentang hari-hari ketika hanya satu dua barang yang laku, tentang kekhawatiran tak mampu menutup kebutuhan dapur.
Serda Tito mendengarkan tanpa memotong. Baginya, menjadi Babinsa bukan hanya soal menjaga teritorial. Ini soal menjaga harapan, merawat nyala kecil di hati warga yang nyaris padam.
“Dagang ini bukan cuma cari untung, Pak. Ini perjuangan untuk keluarga, untuk masa depan anak-anak. Jangan menyerah,” kata Serda Tito, suara beratnya menahan emosi.
Kehadiran Babinsa di lapak sederhana itu bukanlah seremonial kosong. Itu adalah bagian dari Pembinaan Teritorial (Binter) di bidang Pertahanan Wilayah — membangun kekuatan negeri dari hati rakyatnya sendiri.
Di akhir pertemuan, Serda Tito menepuk bahu Bapak Antok. Sebuah isyarat sederhana bahwa di medan sunyi perjuangan rakyat kecil, TNI tak pernah absen.
Hari itu, mungkin dagangan Bapak Antok belum banyak laku. Tapi ia pulang membawa sesuatu yang lebih berharga: kepercayaan bahwa ia tidak sendirian. Bahwa di balik seragam loreng itu, ada tangan-tangan yang siap menopang bila suatu saat ia goyah. (***)
Kontributor: Agus Kemplu
Editor: Sulaiman
Foto: Agus Kemplu
