Atap yang Runtuh, Hati yang Terangkat: Kisah Gotong Royong di Kepanjenkidul

Filantropi731 Views

Blitar, – Sabtu (17/5/2025) pagi, langit Kepanjenkidul tampak cerah. Tapi bukan hanya cahaya matahari yang menghangatkan suasana di Jl. Melati Gang VI.A. Ada kehangatan lain—yang lebih dalam—terpancar dari kebersamaan warga dan Babinsa saat mereka bergotong royong memperbaiki atap rumah seorang tetangga yang kesulitan.

Rumah sederhana milik Bapak Handoko, warga RT 01 RW 12, telah lama menua bersama kenangan-kenangan hidupnya. Namun atap rumah itu tak lagi mampu melindungi keluarga kecilnya dari panas dan hujan. Kayu-kayunya lapuk, genteng-gentengnya rawan runtuh. Untuk memperbaikinya, ia butuh lebih dari sekadar tenaga—ia butuh uluran hati.

Dan hati itu datang. Dari Sertu Didik Subiantoro, Babinsa Kelurahan Kepanjenkidul Koramil 0808/01 Sukorejo. Dari para tetangga yang tak hanya bersedia membantu, tapi juga menghadirkan harapan.

“Kami hanya ingin Pak Handoko dan keluarganya bisa tidur nyenyak, tanpa khawatir atap akan runtuh di malam hari,” ujar Sertu Didik dengan mata yang menatap ke langit-langit rumah yang sedang dibongkar.

Bersama warga, ia membongkar atap satu persatu. Peluh bercucuran, namun tak satupun keluh terdengar. Di tengah bunyi palu dan retakan kayu, tumbuh kembali nilai luhur yang semakin langka: gotong royong, ketulusan, dan cinta pada sesama.

Bapak Handoko, yang menyaksikan rumahnya diperbaiki dengan tangan-tangan penuh kasih, tak kuasa menyembunyikan harunya. “Saya tak bisa berkata banyak. Saya hanya bisa bilang terima kasih… dari lubuk hati saya yang paling dalam,” ucapnya sambil menyeka air mata.

Turut hadir dalam kegiatan ini Lurah Kepanjenkidul Iwan Suharno, S.Sos, Sekretaris Kelurahan, Ketua RT dan RW, serta para warga yang dengan ikhlas menyumbangkan tenaga dan waktunya.

Danposramil Kepanjenkidul, Peltu Edy, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar aksi sosial, melainkan cermin dari jiwa Indonesia sejati. “Kami, TNI, tidak hanya menjaga negara dari ancaman luar. Tapi juga menjaga harapan warga dari runtuhnya semangat hidup. Kami hadir untuk itu.”

Ketika atap rumah Handoko diganti, yang sebenarnya dibangun hari itu bukan hanya struktur kayu dan genteng, tapi rasa kebersamaan, solidaritas, dan kasih antar manusia. Di Kepanjenkidul, atap boleh runtuh—tapi kemanusiaan tetap berdiri tegak. (*)

 

Editor: Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *