Pacu Jalur Riau Viral di Dunia, Dosen UNAIR: Ini Saatnya Indonesia Serius Garap Diplomasi Budaya!

 

Surabaya, – Tradisi Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, tiba-tiba menjadi buah bibir dunia. Lomba perahu tradisional yang biasanya hanya ramai di level lokal ini mendadak mendunia setelah video-videonya viral di media sosial internasional.

Fenomena ini tak luput dari sorotan akademisi. Suko Widodo, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga, menilai inilah bukti kuat bahwa budaya lokal Indonesia punya daya saing di panggung global, asal dikemas dan dikelola dengan cerdas.

“Pacu Jalur itu otentik. Keasliannya kuat, unik, dan tak banyak ditemui di belahan dunia lain. Ini bukan hanya lomba perahu, tapi kombinasi harmonis antara manusia dan alam,” ujar Suko.

Ia menambahkan, kekuatan utama Pacu Jalur terletak pada nilai-nilai tradisional yang dikemas dalam visual yang atraktif. “Banyak negara punya sungai, tapi tidak semua punya narasi budaya yang hidup di atas air seperti ini,” lanjutnya.

Viralnya Pacu Jalur membuka ruang besar bagi diplomasi budaya Indonesia di era digital. Namun, menurut Suko, potensi ini harus ditopang strategi komunikasi publik yang terukur dan tak asal-asalan.

“Jangan asal unggah konten. Promosi budaya itu bukan sekadar posting video ramai-ramai. Harus ada manajemen publikasi, agar yang ditampilkan memang menggugah minat global,” tegasnya.

Misalnya, alih-alih hanya menampilkan ritual yang belum tentu dimengerti orang asing, promosi Pacu Jalur sebaiknya menonjolkan sisi pengalaman: keamanan, panjang lintasan, kualitas air, dan atmosfer uniknya. “Wisatawan asing lebih peduli pada sensasi baru dan aman, ketimbang upacara yang mereka tak pahami,” katanya.

Gibran dan Dilema Komunikasi Tokoh Publik

Keterlibatan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang ikut mengunggah konten Pacu Jalur dan mendapat reaksi luas, menurut Suko, menandai pentingnya strategi komunikasi yang matang bagi para tokoh publik.

“Komunikasi publik itu bukan cuma soal konten, tapi juga siapa yang menyampaikan, kepada siapa, dan lewat media apa. Kalau salah kalkulasi, bisa blunder,” ungkapnya.

Suko menekankan bahwa tokoh publik perlu tim komunikasi yang mampu mengukur dampak pesan terhadap citra mereka. Tanpa itu, promosi budaya yang dimaksudkan membangun, malah bisa memantik polemik.

Bagi Suko, Pacu Jalur punya potensi besar menjadi atraksi wisata unggulan Indonesia. Ia menyarankan agar festival ini dikembangkan dalam bentuk paket wisata lengkap.

“Bayangkan jika event ini dikolaborasikan dengan camping ground berstandar internasional, festival kuliner, hingga even triathlon yang menggabungkan renang, lari, dan dayung,” paparnya penuh semangat.

Namun, ia mengingatkan, mimpi besar itu harus dibarengi dengan kesiapan infrastruktur dan masyarakat. Penataan pedagang, pelatihan keramahan wisata (hospitality), hingga edukasi komunikasi publik bagi warga lokal, jadi kunci utama kesuksesan.

“Pariwisata adalah kekuatan kita. Tapi harus dikelola serius. Jangan sampai budaya kita hanya jadi tontonan musiman yang viral, lalu hilang,” pungkasnya.

Pacu Jalur telah membuktikan bahwa tradisi lokal bisa menembus dunia. Namun, viralitas semata tak cukup. Diperlukan strategi komunikasi budaya yang rapi, dukungan infrastruktur, serta sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh publik.

Jika dikelola dengan sungguh-sungguh, Pacu Jalur tak hanya jadi lomba perahu yang seru, tapi bisa menjelma sebagai wajah baru Indonesia di panggung budaya dunia.(*)

Editor: Sulaiman Dan Jafar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *