KUHAP Baru Diperkenalkan di Univa, Akademisi Didorong Kawal Reformasi Peradilan

HUKUM9 Views

Medan, – Pemberlakuan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru dinilai menjadi fondasi penting dalam penguatan negara hukum Indonesia. Melalui regulasi ini, masyarakat diharapkan memperoleh jaminan kepastian hukum sekaligus perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang lebih kokoh.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Al-Washliyah (Univa), Prof. Dr. Syaiful Akhyar Lubis, MA, saat membuka Seminar Nasional Sosialisasi UU KUHAP bertema Peran Akademisi dalam Penerapan UU KUHAP Terbaru di Aula Univa Medan, Senin (8/22/2025).

“Peran akademisi sangat penting dalam membangun persepsi publik yang benar terhadap KUHAP baru. Pemahaman yang baik akan melahirkan sikap menerima dan melaksanakan hukum secara sadar,” ujar Syaiful. Ia menegaskan, civitas akademika Univa siap mendukung implementasi KUHAP baru sebagai bagian dari penguatan jaminan hukum bagi warga negara.

Seminar ini menghadirkan Ketua PW Ikatan Sarjana Al-Washliyah (ISARAH) Sumatera Utara, AT Siahaan, serta sejumlah narasumber, antara lain Assoc. Prof. Dr. Fitri Radianti, SHI, MH; Novel Suhendri, SH, MH; dan Dr. Fakhrur Rozi, S.Sos, MIKom.

Dalam pemaparannya, Fitri Radianti menekankan bahwa KUHAP baru seharusnya tidak lagi diperdebatkan dalam dikotomi pro dan kontra, melainkan dipahami sebagai upaya harmonisasi dengan KUHP yang berorientasi pada penguatan posisi masyarakat.

“Semangat KUHAP baru adalah transparansi peradilan, penguatan HAM, dan perhatian khusus kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, dan perempuan yang berhadapan dengan hukum,” kata Fitri.

Meski demikian, ia menilai peran akademisi tetap krusial dalam mengawal implementasi melalui kajian ilmiah yang kritis. “Secara umum sudah baik, tetapi tidak lepas dari kekurangan. Akademisi harus berani mengoreksi dan memberi masukan, termasuk terhadap kajian yang telah dilakukan Komisi III DPR,” ujarnya.

Sementara itu, Fakhrur Rozi menilai KUHAP baru dapat menjadi titik balik perubahan kultur aparat penegak hukum. Menurut dia, regulasi ini harus dimaknai sebagai momentum memperkuat profesionalisme sekaligus mengikis stigma negatif terhadap lembaga penegak hukum.

“KUHAP baru semestinya menjadi fondasi peradaban hukum yang lebih baik. Namun kuncinya ada pada pemahaman dan kompetensi komunikasi para aparat. Hukum ini dirancang agar penegak hukum bekerja secara benar dan akuntabel,” kata Fakhrur.(*)

(Tim/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *