Ketika Ilmu Dan Cinta Negeri Bertemu di Rumah Dewi Motik

Diferensia945 Views

Jakarta, – Di tengah hangatnya suasana pasca-Idulfitri, suara-suara perempuan cendekia memenuhi Galeri Dewi Motik di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025). Bukan sekadar halal bihalal biasa, tetapi sebuah pertemuan penuh makna, di mana semangat keilmuan, keperempuanan, dan kebangsaan berpadu menjadi satu.

Pertemuan yang diinisiasi oleh Pengurus Pusat Majelis Alimat Indonesia (PP MAI) ini dipimpin langsung oleh Ketua Umumnya, Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si., dan dihadiri para tokoh perempuan lintas generasi—mereka yang tak hanya mencerahkan ruang-ruang akademik, tetapi juga menggugah ruang sosial dan kebijakan publik.

Di antara yang hadir, tampak nama-nama yang telah lama dikenal sebagai penggerak perubahan: Dr. Hj. Ulla Rachmawati, Prof. Nurhayati Ali Assegaf, Prof. Reni Hawari, Prof. Yasmin Shihab, Dr. Marlinda Puteh, Prof. Dr. Euis Amalia, dan Prof. Nihaya. Mereka duduk berdampingan, menyimak dan berbagi, seakan memberi pesan bahwa perjuangan perempuan tidak pernah selesai.

Acara ini bukan pertemuan biasa. Ia adalah bagian dari agenda bulanan MAI yang konsisten menghadirkan kajian bertema keislaman, kebangsaan, dan peran strategis perempuan dalam pembangunan peradaban. Dan kali ini, kehormatan diberikan kepada Dr. Hj. Dewi Motik Pramono, Ketua Wantimpus PP MAI, yang juga membuka pintu rumahnya untuk menyambut para srikandi bangsa.

Dalam refleksinya, Ibu Dewi Motik menyampaikan pentingnya keberanian perempuan untuk tak hanya berpikir dan bermimpi besar, tetapi juga untuk bertindak nyata. “Ilmu pengetahuan itu bukan hanya gelar. Ia adalah cahaya. Jika tidak menyinari masyarakat, maka itu hanya hafalan, bukan pengabdian,” ucapnya penuh keyakinan, yang disambut anggukan haru oleh para hadirin.

Tak hanya membicarakan ide, pertemuan ini melahirkan langkah konkret: penyusunan buku bertema Perempuan, Ketahanan Nasional, Energi, dan Peradaban Islam. Buku ini akan menjadi ruang kolektif bagi para perempuan intelektual untuk menyalurkan pemikirannya—sebuah warisan pemikiran yang dirancang bukan untuk disimpan, tetapi untuk disebarkan.

“Semua harus menulis. Ini bukan hanya tentang mencatat, tapi tentang menciptakan jejak sejarah dari sudut pandang perempuan,” tutur Dr. Ulla Rachmawati yang bersama Sekjen MAI, Dr. Astri, menginisiasi gerakan ini dan didukung penuh oleh Prof. Sylviana Murni.

Dalam dunia yang terus berubah, suara perempuan harus tetap lantang, tetapi juga penuh kasih. Dan di ruang itulah MAI berdiri—sebagai rumah gagasan, ruang silaturahmi, dan pelita peradaban.

(ardi/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *