Di Warung, di Hati Rakyat: Jejak Sunyi Pelda Jumarno Menyatu dengan Warga

Babinsa813 Views

 

Sragen, – Di sudut kecil Desa Kalijambe, di antara aroma kopi hitam dan canda ringan warga, sosok berseragam hijau itu selalu hadir. Bukan sebagai tamu, bukan pula sebagai atasan. Ia datang sebagai saudara. Pelda Jumarno, Babinsa Koramil 18/Kalijambe Kodim 0725/Sragen, tak hanya dikenal karena tugas-tugas militernya, tapi karena ketulusannya duduk bersama rakyat, mendengar tanpa menghakimi, dan menyatu dalam denyut hidup desa yang sederhana.

Lebih dari sekadar berkumpul, Jumarno menjadikan setiap pertemuan sebagai jembatan hati. Bersama dua rekannya, ia hadir di tengah masyarakat tanpa batas, tanpa jarak. Baginya, warung kopi bukan hanya tempat singgah, melainkan ruang dialog -tempat di mana keluh kesah warga ditampung, harapan-harapan kecil dibisikkan, dan solusi-solusi sederhana dirajut bersama.

“Kadang yang dibutuhkan warga bukan perintah atau janji, tapi kehadiran. Duduk bersama, ngobrol ringan, dan saling percaya. Dari situ semuanya dimulai,” ujar Jumarno, dengan tatapan lembut menatap warga yang tengah bersenda gurau di depannya, Jumat (16/5/2025).

Kehadirannya membawa rasa aman yang tak selalu bisa diberikan oleh patroli rutin atau pengawasan ketat. Dari obrolan kecil itu, Jumarno bisa menangkap keresahan, meredam potensi konflik sosial, dan mendorong harmoni yang tumbuh dari bawah -bukan dari perintah, melainkan dari kesadaran bersama.

Salah seorang warga, Pak Marno, dengan mata berkaca-kaca berkata, “Pak Jumarno itu bukan sekadar tentara. Beliau itu keluarga bagi kami. Ia tahu semua nama anak-anak kami, mendengar keluhan kami, bahkan tahu kapan kami sedang kesulitan.”

Dalam keterlibatannya, Pelda Jumarno tidak sekadar menjadi penjaga keamanan. Ia adalah perekat sosial, pelindung nilai-nilai gotong royong, dan penyambung aspirasi warga kepada negara. Ia hadir bukan dengan kekuasaan, melainkan dengan hati.

“Kalau kita mau mendengar dengan tulus, rakyat akan bicara dengan jujur. Dari situlah ketahanan desa dibangun -bukan dari senjata, tapi dari kepercayaan,” tegas Jumarno.

Pelda Jumarno mengajarkan bahwa menjaga desa bukan selalu soal patroli atau instruksi. Kadang, yang paling dibutuhkan hanyalah secangkir kopi, sepasang telinga, dan sepotong hati yang benar-benar peduli.

Di warung kecil itu, Pelda Jumarno tak hanya menghangatkan pagi, tapi juga menguatkan harapan. Di sanalah jejak pengabdian itu ditorehkan -sunyi, tapi mengakar dalam hati rakyat. (*)

 

Kontributor: Agus Rodok Kemplu

Editor: Sulaiman 

Foto: ARK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *