Dari RT 9 Mojo, Lahir Barisan Sipil Tangguh Penjaga Lingkungan Kota

Lingkungan302 Views

Surabaya, – Di tengah hiruk pikuk urbanisasi dan menipisnya kepedulian terhadap lingkungan, sekelompok warga sipil di jantung Kota Surabaya membuktikan bahwa semangat bela negara tak harus selalu bersenjata. Di RT 9 RW 6 Kelurahan Mojo, gotong royong menjadi senjata utama, dan kebersamaan adalah strategi kemenangan.

Pagi ini, Minggu (27/7/2025), suara cangkul bertemu dengan tawa anak-anak muda. Pot-pot bunga diposisikan dengan rapi, ranting pohon ditebang presisi, dan selokan-selokan digelontor hingga lumpur tak punya tempat bertahan. Di bawah komando M. Imron, Ketua RT 9, seluruh warga, dari bapak-bapak hingga karang taruna, bergerak seperti pasukan yang tahu medan dan paham tujuan.

“Disiplin lingkungan adalah fondasi ketahanan masyarakat,” tegas Pak Imron, yang dalam setiap kerja bakti tak pernah tinggal di garis belakang.

Dukungan Komando Teritorial Sipil

Kegiatan ini bukan aksi sporadis. Kerja bakti besar ini menjadi bagian dari kultur rutin RT 9, yang dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun. Namun kali ini, gaungnya menjangkau lebih luas. Hadir langsung Ketua RW 6, Wido Hari, dan Lurah Mojo, Widajati, S.Sos, yang turut menyaksikan kekuatan sipil yang hidup dan berdaya.

“Saya melihat semangat kebersamaan yang luar biasa. Ini seperti operasi militer skala kampung, tapi sasarannya adalah kesejahteraan lingkungan,” kata Bu Widayati dengan mata berbinar.

Kompos Pisang: Inovasi Logistik dari Dapur Kampung

Di balik kerja fisik itu, terselip satu nama yang menjadi logistik kreatif kampung: Bu Siswanto. Seperti prajurit pendukung tempur, ia mengolah amunisi lingkungan, kulit pisang dari Pasar Karang Menjangan, menjadi pupuk kompos organik. Tak hanya itu, di halaman rumahnya tumbuh hijau barisan sayur-mayur, cabai, bawang merah, dan rempah lainnya. Semua tumbuh dari tangan sendiri, untuk ketahanan pangan keluarga.

“Saya hanya ingin keluarga saya tidak bergantung pada pasar. Kalau bisa tanam sendiri, kenapa tidak?” ucapnya dengan nada sederhana, tapi sarat tekad.

Bu Lurah pun tak tinggal diam. Ia langsung menunjuk RT 9 sebagai kandidat unggulan untuk mengikuti Lomba Surabaya Berseri 2026. “Inovasi seperti ini harus dilaporkan ke jajaran atas. Mereka bukan hanya bersih, tapi punya daya juang dan solusi.”

Saat warga sibuk dengan kerja bakti, para ibu menjadi dapur lapangan yang tak kalah strategis. Mereka menyiapkan konsumsi dari hasil panen dan belanja sendiri: nasi, tahu-tempe, sayur urap, dan es teh. Ketika semua selesai, makan siang pun dilakukan bersama.

“Taktik lapangan terbaik adalah logistik tepat waktu,” canda Tio, salah satu pemuda karang taruna sambil tertawa, menikmati makan di atas tikar bersama puluhan warga lainnya.

Dari Gang Sempit, Menuju Ketahanan Kota

Lurah Widayati menyebut RT 9 sebagai “kompi sipil penjaga lingkungan” yang patut diteladani. Tidak hanya karena kerja bakti mereka yang rapi, tapi karena semangat gotong royong, kemandirian pangan, dan kesadaran lingkungan yang hidup.

“Kalau semua RT seperti ini, kita tidak perlu banyak instruksi. Mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan demi kebaikan bersama,” ujar Bu Lurah penuh bangga.

Di RT 9 Mojo, tidak ada pangkat, tapi semua bergerak layaknya pasukan. Tidak ada senjata, tapi tekad mereka tak bisa ditaklukkan. Dan dari gang sempit itu, mimpi tentang kota tangguh dan bersih tak lagi terasa mustahil.

Inilah bentuk lain dari bela negara: menjaga tanah, air, dan udara tempat kita berpijak, dimulai dari halaman rumah sendiri.

(Tommy/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *