Air Mata Alam, Peluh Rakyat: Ketika TNI dan Warga Menjaga Napas Banyu Nget

Lingkungan304 Views

Trenggalek, – Di pagi yang belum sepenuhnya terang, puluhan tangan mulai menyapu dedaunan gugur, memungut sampah, dan memulihkan jejak-jejak yang merusak keelokan alam. Di antara suara gemericik air dan kicau burung, langkah-langkah kecil itu menyatu dalam satu niat: menyelamatkan Banyu Nget, jantung kecil Desa Dukuh yang kini berdegup kembali berkat cinta dari rakyat dan tentara.

Kamis (15/5/2025), kawasan wisata Banyu Nget menjadi saksi bisu sebuah peristiwa yang tak hanya soal bersih-bersih, melainkan pernyataan hati: bahwa warisan alam tak boleh dibiarkan merana. Bahwa di tengah derasnya modernisasi dan alpa manusia, masih ada harapan yang tumbuh dari gotong royong dan kepedulian.

Dipimpin oleh Danramil 0806-07/Watulimo, Kapten Inf Wawan Irianto bersama Sekcam Watulimo, Hardiyanto, S.Sos., ratusan warga, relawan, dan komunitas lokal turun langsung ke sungai, menyusuri bebatuan, membersihkan semak dan sampah, dengan satu semangat yang menyala: “Banyu Nget adalah napas kita, mari kita jaga agar tetap hidup.”

“Ini bukan hanya kerja bakti,” ujar Kapten Wawan dengan suara bergetar, menatap hamparan air yang kini kembali jernih. “Ini cinta. Ini tanggung jawab. Karena Banyu Nget bukan sekadar tempat, tapi bagian dari hidup dan kenangan kita.”

Komunitas Geneman, STC (Sopir Trenggalek Community), pecinta alam Niponk (Naluri Insan Petualang Ora Nate Kapok), perangkat desa, hingga pengelola wisata bersatu tanpa sekat. Para sopir, anak muda, emak-emak, bahkan lansia, berjalan berdampingan dengan para prajurit. Di sinilah makna ‘bersama rakyat TNI kuat’ terasa benar-benar nyata.

“Dulu, tempat ini sunyi dan perlahan terlupakan,” tutur Imam Jegrik, Ketua Komunitas STC. “Tapi hari ini, kita buktikan bahwa cinta bisa membangkitkan. Kami tidak ingin anak-anak kami kelak hanya mendengar cerita tentang kejernihan Banyu Nget. Kami ingin mereka menyentuhnya, merasakannya, dan mencintainya.”

Sekcam Hardiyanto menambahkan, kerja bakti ini bukan hanya soal kebersihan, tetapi tentang masa depan. “Tempat wisata yang bersih mendatangkan wisatawan. Wisatawan membawa rezeki. Dan rezeki memberi kehidupan bagi warga desa. Ini bukan sekadar gotong royong, ini adalah investasi jiwa.”

Banyu Nget, dengan airnya yang bening dan hutan yang memeluk, hari itu menangis dalam diam. Bukan karena luka, tapi karena akhirnya ada yang peduli. Ada yang datang bukan untuk mengambil, tetapi untuk memberi. Bukan untuk mengabadikan keindahan demi konten semata, tetapi untuk menjaga dengan tulus.

Di tengah peluh dan tawa, di antara semak dan batu-batu licin, ada pelajaran yang terpatri: bahwa menjaga alam adalah menjaga kemanusiaan. Bahwa ketika tangan rakyat dan tentara bersatu, bukan hanya jembatan yang bisa dibangun, tetapi masa depan.

Dan di bawah langit Watulimo yang mulai cerah, Banyu Nget kembali bernafas. Dengan harapan. Dengan cinta. Dengan air mata alam yang akhirnya dibasuh oleh peluh pengabdian.

(Arwang/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *