
Medan, – Di bawah langit kelabu Medan yang mendung namun syahdu, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Rio Firdianto melangkah perlahan memasuki Taman Makam Pahlawan (TMP) Bukit Barisan, Selasa (17/6/2025) pagi. Dengan tatapan penuh hormat dan hati yang berat, ia memimpin ziarah dan tabur bunga untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur demi tanah air tercinta.
Ziarah ini bukan sekadar seremonial. Ini adalah wujud penghormatan, juga ungkapan rindu pada mereka yang telah lebih dahulu menunaikan janji kepada Indonesia. Upacara penghormatan dimulai dengan mengheningkan cipta, satu menit keheningan yang terasa abadi. Dalam diam itu, doa-doa dipanjatkan, kenangan tentang pengorbanan kembali hadir.
Mayjen Rio Firdianto meletakkan karangan bunga di tugu TMP dengan gerakan perlahan, seolah ingin menyampaikan pesan cinta dari generasi penerus kepada para pejuang yang telah berpulang. Satu demi satu, para pejabat Kodam, tokoh-tokoh militer, hingga Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Daerah I/BB turut menaburkan bunga – tak ada kata-kata, hanya lirih hati yang bicara.
Nama-nama besar seperti Letjen TNI (Purn) Raja Inal Siregar, Mayjen TNI (Purn) M. Djali Yusuf, Brigjen TNI (Purn) Abdul Manaf Lubis, hingga prajurit-prajurit muda yang gugur di medan tugas seperti Pratu (Anumerta) Wasti Purba, satu per satu disebut dan didoakan. Mereka adalah wajah-wajah keberanian yang tak lagi bernyawa, tapi semangatnya terus menyala.
“Ziarah ini adalah pengingat bagi kita semua, bahwa kemerdekaan dan keamanan yang kita rasakan hari ini dibayar dengan darah, air mata, dan nyawa,” ucap Pangdam dengan suara tertahan usai upacara. “Kita tidak boleh melupakan jasa mereka. Kita tidak boleh menutup mata dari sejarah yang mereka ukir dengan pengorbanan.”
Rangkaian kegiatan ini menjadi bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 Kodam I/Bukit Barisan. Di usia yang tak lagi muda, Kodam I/BB ingin memastikan bahwa nilai-nilai perjuangan tidak memudar, dan bahwa generasi penerus selalu ingat kepada akar pengabdian.
Taman Makam Pahlawan pagi itu tak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir. Ia menjadi saksi bisu bagaimana cinta pada negeri diwariskan, bukan lewat kata-kata, tapi lewat langkah sunyi dan bunga yang ditabur dengan penuh hormat.(*)
(Barat/Sulaiman)







