
Jakarta, – Matahari belum terlalu tinggi saat barisan prajurit berdiri tegak di Gudang Pusat Munisi (Gupusmu) III, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Selasa (13/5/2025). Tapi suasana sudah terasa berat—udara dipenuhi kesunyian, hanya dipecah oleh isak tangis yang tertahan dan langkah kaki yang mantap namun murung. Di tengah deretan seragam loreng, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto berdiri, menyambut kepulangan terakhir empat prajurit terbaik bangsa yang gugur saat menjalankan tugas mulia: memusnahkan amunisi yang tak lagi layak pakai.
Empat peti jenazah diselimuti bendera Merah Putih. Di balik setiap peti, ada keluarga yang kini harus belajar mengikhlaskan. Ada istri yang kehilangan suami, anak yang tak sempat berpamitan, orang tua yang tak pernah membayangkan akan mendampingi kepergian anaknya secepat ini.
Mereka yang berpulang adalah Kolonel Cpl Antonius Hermawan, S.T., M.M., yang akan dimakamkan di Sleman, Yogyakarta; Mayor Cpl Anda Rohanda, menuju kampung halaman di Cileunyi, Kabupaten Bandung; Kopda Eri Dwi Priambodo, yang akan pulang ke Temanggung, Jawa Tengah; serta Pratu Afrio Setiawan, yang perjalanannya berakhir di tanah kelahirannya di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
Upacara militer yang dipimpin Kapuspalad Mayjen TNI R.D. Epi Setiadi berjalan dengan khidmat. Setiap tembakan salvo dan derap kaki pasukan kehormatan seolah jadi simbol betapa negara ini tidak akan pernah melupakan jasa mereka. Panglima TNI hadir bukan sekadar sebagai pemimpin, tetapi sebagai ayah, saudara, dan sesama insan yang turut merasakan luka.
Musibah itu terjadi sehari sebelumnya, Senin, 12 Mei 2025, pukul 09.30 WIB, di lokasi pemusnahan amunisi milik Gupusmu III Puspalad, di Desa Sagara, Cibalong, Garut, Jawa Barat. Dentuman keras merenggut 13 nyawa—empat di antaranya prajurit, sembilan lainnya warga sipil yang berada di sekitar lokasi.
“Ini bukan sekadar kehilangan institusi, ini kehilangan kita semua. Mereka gugur dalam tugas, menjaga agar kita semua tetap aman,” ujar Mayjen TNI Kristomei Sianturi, Kapuspen TNI, dalam keterangan resminya yang penuh keharuan.
TNI menyatakan duka cita mendalam dan berjanji akan memberikan semua hak para korban, termasuk santunan, pensiun, dan beasiswa untuk anak-anak yang kini tumbuh tanpa pelukan ayah. Panglima TNI juga menyerahkan tali asih sebagai bentuk kepedulian dan empati, yang disampaikan langsung melalui Pangdam III/Siliwangi kepada keluarga korban, termasuk warga sipil yang turut menjadi korban.
Di balik tragedi, ada tanggung jawab yang tak bisa diabaikan. Lokasi kejadian telah diamankan dan disterilkan. Proses investigasi masih berlangsung, untuk menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati banyak pihak—apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana mencegah hal ini terulang lagi?
“Kami berkomitmen mengusut ini secara transparan. Dan kami akan memperketat prosedur pengamanan dalam setiap kegiatan serupa,” tegas Kristomei.
Namun hari ini, sebelum jawaban datang, negara berduka. Di balik seragam dan baret, ada manusia yang telah memberi segalanya. Dan kini, mereka pulang, dalam kehormatan—dan dalam air mata. (*)
Editor: Sulaiman







