
Blitar, – Di bawah langit biru dan semilir angin pagi yang sejuk, 106 anak-anak kecil berseragam putih-putih itu melangkah pelan dengan hati penuh penasaran. Mereka bukan sedang bermain seperti biasa. Sabtu (3/5/2025) pagi, mereka sedang menapaki jejak spiritual yang luar biasa—belajar rukun Islam kelima lewat kegiatan manasik haji di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Kegiatan ini adalah buah kerja sama antara TK Kartika Yayasan Kartika Jaya Koordinator Kodim 0808/Blitar Cabang IV Brawijaya dengan Kementerian Agama Kabupaten Blitar, serta dukungan penuh dari jajaran Kodim 0808 dan Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Cabang XXII. Dengan mengusung tema “Melalui manasik haji kita tanamkan nilai-nilai Islami dan pengenalan tata cara ibadah haji sejak usia dini,” kegiatan ini menjadi momentum yang lebih dari sekadar edukasi—ia adalah pengalaman jiwa.
Turut hadir Ketua Persit KCK Ny. Gadis Dwinanda Hendra Sukmana yang tampak tak kuasa menahan haru melihat anak-anak kecil yang dengan polosnya menirukan ritual suci. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan, “Kegiatan ini bukan hanya mengenalkan ibadah haji secara simbolik, tapi juga menanamkan nilai-nilai luhur: keikhlasan, kesabaran, dan kepasrahan kepada Allah SWT sejak usia mereka masih sangat belia.”
Suasana semakin syahdu ketika anak-anak mulai menjalani prosesi demi prosesi. Di bawah bimbingan Bapak Arif dari Kemenag, mereka melaksanakan Wukuf di Arafah—duduk tenang dengan tangan kecil yang menengadah ke langit, seolah sedang berbicara langsung kepada Sang Pencipta. Lalu berlanjut ke Muzdalifah, Mina, hingga lempar Jumrah. Di titik ini, terdengar suara takbir kecil dari bibir mungil, menggetarkan hati siapa saja yang menyaksikannya.
“Ini bukan haji yang sesungguhnya, tapi ini adalah perjalanan ruhani pertama bagi anak-anak. Mereka mungkin belum memahami sepenuhnya, tapi benih keimanan itu telah kita tanam,” ujar KH. Zamroni dari Kemenag Kabupaten Blitar, menambahkan dengan mata berkaca-kaca.
Titik puncak emosi tercipta saat anak-anak mengelilingi miniatur Ka’bah. Dengan penuh khidmat, mereka melafalkan doa dan berjalan berputar, beberapa bahkan menggenggam tangan temannya, seakan tahu bahwa dalam ibadah, kebersamaan adalah kekuatan.
Tawa ceria dan semangat terpancar jelas dari wajah mereka. Tapi di balik itu, tersimpan pelajaran kehidupan yang dalam—bahwa spiritualitas bisa tumbuh sejak dini, dibentuk melalui pengalaman yang menyentuh dan menyatu dengan alam.
Di akhir acara, tak sedikit orang tua dan guru yang meneteskan air mata. Bukan karena sedih, melainkan karena terharu menyaksikan generasi penerus menapak jalan kebaikan dengan cara yang indah dan menggetarkan hati. (*)
Editor: Sulaiman







