
Teluk Bintuni, – Di tengah bentangan alam yang tenang dan jauh dari gemerlap kota, Kampung Irahima di Distrik Moskona Selatan, Papua Barat, pagi itu tampak berbeda. Kehangatan terpancar bukan hanya dari matahari yang menyapa lembut perbukitan, tetapi juga dari senyum tulus para prajurit Pos Rawara Satgas Pamtas RI–PNG Yonif 642/Kps yang datang membawa niat baik.
Dipimpin oleh Letda Inf Andi Arya Oddang, para prajurit ini tidak datang dengan seragam dan senjata semata. Mereka datang dengan hati, membawa niat tulus untuk mendengar, menyapa, dan berbagi dengan masyarakat Irahima dalam kegiatan komunikasi sosial (komsos) dan bakti sosial yang penuh makna, Minggu (24/5/2025).
Kegiatan ini bukan sekadar agenda formal. Di kampung yang sunyi namun penuh kehidupan ini, setiap jabat tangan, setiap obrolan ringan, dan setiap senyum yang terukir adalah jembatan kemanusiaan. TNI hadir bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan, tetapi juga sebagai sahabat, saudara, dan bagian dari keluarga besar masyarakat Papua.
“Kami datang untuk bersilaturahmi, untuk lebih mengenal mereka yang selama ini kami jaga. Kami ingin mendengar langsung dari hati mereka, apa yang dirasakan, apa yang dibutuhkan,” ujar Letda Andi Arya dengan mata yang berbinar.
Warga kampung menyambut hangat kehadiran mereka. Anak-anak berlari riang menyambut prajurit yang membawa buku dan makanan ringan. Para ibu duduk berdampingan, bercerita tentang kehidupan mereka, tentang harapan dan kekhawatiran yang selama ini hanya tersimpan di dada.
Kegiatan ini juga menjadi ruang untuk bermusyawarah, mendengarkan keluh kesah warga, serta memahami dinamika sosial dan keamanan di wilayah tersebut. Dari setiap perbincangan yang hangat, Satgas TNI mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang kondisi kampung—suatu informasi yang tak ternilai dalam menjaga stabilitas dan membangun kepercayaan.
Di ujung hari, tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat wajah-wajah yang kembali cerah, dan harapan yang kembali tumbuh. TNI bukan hanya hadir untuk menjaga batas negara, tetapi juga untuk merawat batas hati—agar tidak ada lagi jarak antara negara dan rakyatnya, antara penjaga dan yang dijaga.
Dan di Kampung Irahima, pada hari ini rasa itu tumbuh… hangat, utuh, dan manusiawi.
(Barat/Sulaiman)







