Menyembelih Ego, Menghidupkan Jiwa: Spirit Idul Adha ala Tarekat Naqsyabandiyah

Religiusitas541 Views

Medan, – Di balik deru takbir dan gemuruh doa yang mengisi langit-langit alkah dzikir, ada ruh pengorbanan yang tak hanya berbicara soal daging dan darah. Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Baitul se-Sumatera Utara dan Aceh, bersama Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI) serta Program Studi Filsafat Metafisika Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan, merayakan Idul Adha 1446 H bukan sekadar sebagai ritual, melainkan sebagai medan latihan spiritual, untuk menyembelih ego dan menghidupkan jiwa.

Sebanyak 25 ekor sapi dan 10 ekor kambing disembelih secara serentak di sejumlah alkah dzikir di Sumatera Utara dan Aceh. Lokasi-lokasi seperti Baitul Ja’far di Deli Serdang, Baitul Babussalam di Subulussalam Aceh, Baitul Muthahhar di Langkat, hingga Baitul Azdri menjadi saksi bisu betapa pengabdian dan cinta kepada Tuhan menjelma dalam bentuk nyata: berbagi kepada sesama.

“Kami pastikan setiap penyembelihan dilakukan sesuai syariat, tarekat, dan hakekat. Daging qurban langsung dibagikan kepada masyarakat sekitar, jamaah, dan kaum dhuafa,” ungkap Syeikh Dr. H. Ahmad Baqi Arifin, SH, MH, MBA, cucu dari Sayyidi Syeikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya dan pemimpin alkah dzikir Baitul Ja’far, Jumat (6/6/2025).

Di Baitul Ja’far, beliau sendiri menyembelih 10 ekor sapi dan 4 ekor kambing. Sebelum hewan ditundukkan, adzan dikumandangkan, bukan hanya sebagai panggilan ritual, tetapi simbol kemenangan atas diri sendiri: mengalahkan keraguan, melebur keakuan, dan menundukkan nafsu.

Idul Adha mengingatkan kita pada keteladanan agung Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s., tentang keikhlasan, keteguhan, dan totalitas penyerahan diri kepada Tuhan. Namun dalam laku tarekat, peristiwa itu bukan sekadar sejarah, melainkan pelajaran batin yang hidup dan dilatih setiap saat.

“Menyembelih hewan qurban hanyalah simbol. Yang sejatinya harus disembelih adalah ego kita, rasa aku yang merasa memiliki segalanya. Untuk bisa sampai ke hadirat Tuhan Yang Maha Tak Terhingga, diri kita haruslah nol,” ujar Syeikh H. Ahmad Baqi Arifin.

Dalam dunia tarekat, proses “menge-nol-kan diri” ini dilatih dengan disiplin melalui dzikir, suluk, dan ubudiyah lainnya. Inilah latihan ruhani yang diajarkan secara turun-temurun oleh para guru, dan dijaga melalui generasi murid yang tulus menjaga jejak.

Warisan Sang Guru: Kadirun Yahya Dan Ilmu Metafisika Eksakta

Nama besar Sayyidi Syeikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya tak pernah lepas dari perjalanan tarekat ini. Beliau adalah tokoh sufi Indonesia yang menjembatani tasawuf dengan ilmu pengetahuan modern. Fisika, kimia, matematika, semuanya dipadukan dalam pendekatan tasawuf yang logis dan ilmiah.

“Pemikiran Sayyidi Syeikh telah kami kembangkan dalam ranah akademik, khususnya di Program Studi Filsafat Metafisika UNPAB,” jelas Dr. H. Muhammad Isa Indrawan, S.E., M.M., Rektor UNPAB Medan. Universitas yang dulunya bernama Akademi Metaphysika ini adalah warisan langsung dari beliau, didirikan tahun 1956.

Sejak dekade 1980-an, konsep metafisika eksakta tasawuf telah menjadi bahan seminar, kuliah, jurnal ilmiah, skripsi hingga disertasi, menyebar dari lokal hingga mancanegara. Bagi para pengamal tarekat, ini bukan sekadar ilmu, melainkan jalan hidup.

Rangkaian kegiatan Idul Adha tak berhenti pada qurban. Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah menggelar Suluk Idul Adha dan Peringatan Hari Guru, mulai 7 hingga 17 Juni 2025. Suluk adalah bentuk i’tikaf di alkah dzikrullah, sebuah ruang perenungan dan pelatihan batin selama 10 hingga 40 hari.

Hari Guru sendiri merupakan penghormatan atas kelahiran Sayyidi Syeikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya pada 20 Juni 1917. Ziarah ke makam para guru tarekat di Indonesia dan Malaysia menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi cinta dan penghormatan yang hidup dalam tubuh tarekat ini.

“Sepeninggal Guru kami pada tahun 2001, kami berkomitmen menjaga dan melanjutkan apa yang telah beliau wariskan: amalan, pemikiran, dan budaya rohani. Itulah wujud rasa cinta kami kepada beliau,” ujar Syeikh Ahmad Baqi Arifin, yang juga menjabat sebagai Ketua LIMTI.

LIMTI, yang didirikan langsung oleh Sayyidi Syeikh, terus mengembangkan metode ilmiah dalam memahami dimensi spiritualitas Islam. Di tengah dunia yang kian gaduh dan kehilangan arah, tasawuf hadir bukan sebagai pelarian, tapi sebagai solusi: menenangkan, menuntun, dan membimbing jiwa kembali pada fitrahnya.

Dalam suasana Idul Adha kali ini, bukan hanya daging yang dibagikan. Lebih dari itu, Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah membagikan makna: bahwa menyembelih hewan hanyalah awal, dan menyembelih ego, itulah kemenangan sejati.(*)

 

Kontributor/Foto: Bachtiar Dj

Editor: Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru