Jakarta, – Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Sumber Daya Lemhannas RI, Mayjen TNI Dr. Farid Makruf, M.A., menyebut pertanian tembakau di Pulau Madura sebagai “tambang emas” rakyat. Bukan dalam arti harfiah, tetapi dalam makna kontribusinya yang besar terhadap ekonomi daerah maupun nasional.
“Madura tidak memiliki kandungan emas seperti Papua, tetapi memiliki tembakau yang menjadi sumber penghidupan ribuan keluarga,” ujar Mayjen Farid dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).
Menurut Mayjen Farid, tembakau jenis Campalok dari Sumenep dapat mencapai harga Rp 5 juta per kilogram. Namun, keterbatasan lahan dan ketimpangan kualitas tanah membuat tidak semua petani mendapatkan harga yang setara. Ia menyebut nasib petani sangat tergantung pada faktor alam dan pasar yang tidak berpihak.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur mencatat industri hasil tembakau menyerap sekitar 90.000 tenaga kerja di sektor pabrik (off farm) dan lebih dari 279.000 petani serta buruh tani (on farm). Khusus di Madura, diperkirakan terdapat lebih dari 95.000 kepala keluarga yang bergantung pada tembakau.
“Di balik angka tersebut, terdapat kenyataan bahwa petani masih menghadapi berbagai kendala klasik: harga yang tidak stabil, ketergantungan pada tengkulak, dan minimnya perlindungan kebijakan,” jelasnya.
Farid menyoroti rendahnya distribusi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang benar-benar dirasakan petani. Meski Jawa Timur menerima Rp 2,77 triliun DBHCHT pada 2024, alokasinya lebih banyak digunakan untuk program pengawasan dan kesehatan.
“Petani merasa hanya menerima sisa. Ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan fiskal dan keberpihakan negara,” ujarnya.
Ia juga mengungkap aspirasi petani di Madura yang menginginkan pembentukan koperasi desa sebagai solusi untuk meningkatkan posisi tawar dan memutus rantai tengkulak. Selain itu, pemanfaatan DBHCHT dinilai perlu diarahkan pada pembangunan gudang, alat pengering, serta pelatihan pascapanen yang berdampak langsung kepada petani.
“Petani tembakau bukan pencari rokok, mereka pencari nafkah. Negara harus memastikan mereka tidak ditinggalkan dalam proses distribusi manfaat ekonomi,” tegas Mayjen Farid yang merupakan putra daerah asli Madura ini.
Mayjen Farid berharap pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah konkret agar sektor tembakau tidak hanya menjadi penyumbang cukai, tetapi juga menjadi sumber kesejahteraan bagi para pelakunya. (*)
Editor: Sulaiman