Surabaya, – Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menorehkan prestasi membanggakan di kancah literasi. Kali ini, Nanda Alifya Rahmah, mahasiswa program studi Magister Kajian Sastra dan Budaya, berhasil meraih Anugerah Sutasoma 2025 untuk kategori Buku Esai/Kritik Sastra Terbaik yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur.
Penghargaan ini menjadi bukti bahwa tradisi intelektual dan kritik sastra masih tumbuh subur di kalangan muda. Dengan nada penuh syukur, Nanda mengaku bangga atas apresiasi tersebut.
“Saya berharap penghargaan ini bisa membuka jalan bagi lebih banyak publikasi kritik sastra, terutama pada puisi Indonesia. Senang rasanya karya ini akhirnya mendapat ruang untuk dikenal lebih luas,” ujarnya, Selasa (28/10/2028).
Berawal dari Ketertarikan pada Puitika Lirik
Karya yang mengantarkan Nanda meraih penghargaan bergengsi itu berawal dari riset mendalam terhadap puitika lirik dalam karya Indra Tjahyadi, salah satu penyair kontemporer Indonesia.
“Buku ini sebenarnya berangkat dari skripsi S1 saya. Naskahnya pernah dinobatkan sebagai Manuskrip Terbaik Dewan Kesenian Jawa Timur 2018, tapi saat itu belum sempat dipublikasikan secara luas,” ungkapnya.
Nanda menjelaskan, pilihannya meneliti puitika lirik bukan tanpa alasan. Tema tersebut, menurutnya, masih jarang disentuh dalam studi sastra Indonesia.
“Puitika itu semacam sistem bahasa dalam puisi. Konvensi dan struktur yang membentuk teks. Saya membaca satu buku utama, lalu mencoba merumuskan pola pembangunan tekstualnya,” jelasnya.
Bagi Nanda, penelitian puisi tidak sekadar mengulik makna atau nilai moral di balik kata-kata, tetapi juga menggali kekuatan bahasa itu sendiri. Ia menilai, kajian puisi Indonesia selama ini masih didominasi pendekatan semiotik sederhana dan studi representasi.
“Padahal, puisi adalah bentuk paling padat dari kepekaan bahasa. Di situ ada keketatan dan keindahan yang khas. Saya rasa aspek itulah yang penting diperbincangkan dalam studi puisi Indonesia,” tegasnya.
Di balik prestasi yang diraih, Nanda menyampaikan pesan sederhana namun bermakna kepada sesama mahasiswa: jangan terbebani oleh ambisi besar, tapi tekunlah pada proses.
“Membacalah tanpa beban. Baca hal-hal yang menarik bagi Anda. Kalau sudah menemukan ‘trayek’-nya, kesungguhan akan tumbuh dengan sendirinya. Bagi saya, kesungguhan itulah kunci penting bagi kemajuan pengetahuan di Indonesia,” tuturnya menutup percakapan.(*)
Editor: Sulaiman







