Kapolri Bikin Tim Reformasi, Pakar: Ibarat Pasien Kanker Stadium 4 Mau Operasi Diri Sendiri

POLITIKANA, POLRI165 Views

 

Jakarta, – Manuver Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri sehari setelah Presiden Prabowo Subianto menunjuk Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian dinilai sarat makna politik.

Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, menyebut langkah itu bisa dibaca sebagai upaya defensif. “Apa yang dilakukan Kapolri itu ibarat orang sakit kanker stadium 4 ingin sembuh lalu bikin tim untuk mengoperasi diri sendiri. Takut dengan dokter beneran yang akan amputasi organ tubuh yang sudah busuk. Ini jeruk makan jeruk,” tegas Henri kepada wartawan, Selasa (23/9/2025).

Presiden Prabowo sebelumnya menunjuk Ahmad Dofiri, mantan Wakapolri yang dikenal tegas dan pernah menangani kasus Ferdy Sambo, untuk memimpin agenda reformasi dari Istana. Penunjukan itu diperkuat dengan kenaikan pangkat kehormatan menjadi Jenderal penuh. Dofiri juga akan membidani lahirnya Komite Reformasi Kepolisian di bawah presiden yang melibatkan tokoh eksternal seperti Mahfud MD.

Namun di hari yang sama, Kapolri Listyo menerbitkan Surat Perintah membentuk tim internal berisi 52 perwira tinggi, dipimpin Komjen Chryshnanda Dwilaksana. Tim itu menempatkan Kapolri sebagai pelindung, sementara Wakapolri sebagai penasihat.

Menurut Henri, langkah Listyo bisa dimaknai ganda. Di satu sisi menunjukkan Polri “sudah ingin berbenah” tanpa menunggu arahan Istana. Tapi di sisi lain, ia menilai ada aroma pertahanan status quo. “Ini cara mempertahankan struktur yang sudah lama dibina. Kalau rekomendasi reformasi dari presiden terlalu radikal, tentu bisa mengancam posisi banyak jenderal,” ujarnya.

Henri menekankan, penunjukan Ahmad Dofiri adalah sinyal bahwa Prabowo ingin mengambil alih kendali reformasi Polri dari luar lingkaran Kapolri. “Ini pesan kuat bahwa presiden tidak mau hanya percaya pada genk lama peninggalan Jokowi. Dofiri dihormati, senior, dan tidak dibina Listyo,” katanya.

Reformasi Polri sendiri menjadi tuntutan besar pasca-demonstrasi Agustus 2025 yang menyoroti keterlibatan polisi dalam politik Pemilu 2024, serta praktik represif dalam penanganan aksi massa.

Henri menilai, hasil pertarungan agenda ini akan menentukan citra kepemimpinan Prabowo. “Kalau reformasi gagal dan Polri tetap dipegang gerbong Listyo, publik akan menilai Prabowo lemah, banyak omong tapi tidak tegas. Tapi kalau sukses, kepercayaan pada polisi bisa pulih dan legitimasi Prabowo akan menguat sampai 2029,” tegasnya.

Kini publik menunggu: apakah tim reformasi versi Istana dan versi internal Polri akan bersinergi, atau justru berjalan sendiri-sendiri karena memiliki inisiator dan kepentingan berbeda. (*)

Editor: Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *