Surabaya, – Langkah berani ditempuh Isma Dian Artika, mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga (UNAIR) angkatan 2024. Di saat sebagian mahasiswa sibuk menuntaskan tugas kuliah, Isma justru melangkah lebih jauh, menembus batas negara lewat Joint Program UNAIR-MAHSA University, Malaysia.
Program bergengsi tahunan ini memadukan academic exchange, clinical experience, research, dan community service. Diselenggarakan secara hybrid sejak 1 Mei hingga 1 November 2025, kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 20 peserta dari berbagai angkatan. Dari semuanya, Isma menjadi satu-satunya perwakilan mahasiswa reguler angkatan 2024 yang lolos seleksi.
Cita-cita untuk menimba ilmu di luar negeri sudah tertanam kuat sejak Isma duduk di bangku SMA. “Aku memang mencari jurusan yang punya pengalaman international linked, dan program ini jadi salah satu goals aku,” ujarnya.
Awalnya, ia menargetkan untuk mengikuti program di Hiroshima University. Namun, padatnya jadwal semester tiga membuatnya memilih MAHSA University sebagai pilihan strategis.
Sebelum keberangkatan, Isma harus mengurus izin ke lebih dari 20 dosen dan mempersiapkan berbagai perlengkapan untuk kegiatan pengabdian masyarakat mulai dari jurnal, poster, hingga souvenir khas Surabaya berupa sambal pecel Bu Rudy.
Dari Forensik Hingga Momen “Dipanggil Dokter”
Dua pengalaman paling berkesan bagi Isma adalah Case Based Learning (CBL) dan community service.
Dalam sesi CBL, ia berkesempatan belajar langsung dari Dr. Wan Azmil, profesor odontologi forensik yang pernah menangani identifikasi korban tragedi MH Boeing 777.
“Kami belajar proses identifikasi korban dari awal hingga akhir. Itu benar-benar membuka wawasan baru tentang peran dokter gigi dalam dunia forensik,” tutur Isma antusias.
Sementara di sesi community service, Isma berinteraksi dengan anak-anak pra-sekolah di Malaysia. “Seorang anak laki-laki tiba-tiba memanggilku ‘dokter’. Rasanya campur aduk antara bahagia dan terharu,” kenangnya.
Momen sederhana itu menjadi pengingat baginya tentang makna sejati pengabdian seorang calon dokter gigi.
Program joint exchange ini berlandaskan konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), yang memungkinkan peserta memperoleh konversi SKS dan SKP cukup besar. “Program ini worth it banget karena dapat ilmu, pengalaman, dan nilai akademik yang sepadan,” ungkapnya.
Selama di MAHSA, Isma banyak belajar dari fasilitas klinik modern dan merasakan pentingnya kolaborasi lintas budaya. “Aku jadi makin sadar bahwa pendidikan bisa maju pesat kalau didukung fasilitas dan kerja sama yang kuat,” tambahnya.
Tak berhenti di sini, Isma menatap masa depan dengan optimisme tinggi. Ia berharap bisa melanjutkan studi S-2 di luar negeri, terlibat dalam riset global, dan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan kedokteran gigi di Indonesia. “Aku ingin membawa nama baik UNAIR ke kancah dunia,” tutupnya penuh semangat.
Isma Dian Artika membuktikan bahwa semangat belajar tanpa batas bisa membuka jalan menuju dunia yang lebih luas mulai dari ruang kuliah di Surabaya, hingga laboratorium forensik di Malaysia.(*)
(pkip/sulaiman)







