Ponorogo, – Aroma harum kopi dari lereng-lereng perbukitan Ponorogo makin menguar, seiring geliat para petani lokal yang kian serius menekuni komoditas ini. Di tengah ketatnya persaingan pasar kopi nasional, mutu dan standar produk menjadi kunci utama. Inilah yang mendorong sekelompok dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University kembali ke kampung halaman mereka untuk berbagi ilmu dan teknologi.
Sabtu (12/7/2025), para dosen IPB menggelar pelatihan pascapanen dan penanganan kopi bagi 40 petani dari lima kecamatan penghasil kopi di Ponorogo: Soko, Pudak, Pulung, Ngebel, dan Ngrayun. Kegiatan ini menjadi bagian dari program Pengabdian Dosen Pulang Kampung yang digagas IPB sebagai wujud nyata kontribusi akademisi untuk pengembangan daerah.
“Dosen itu tidak hanya bertugas mengajar dan meneliti. Mengabdikan ilmu kepada masyarakat juga bagian dari tanggung jawab kami,” ujar Dr. Tjahja Muhandri, Ketua Tim Pengabdian sekaligus pakar teknologi pangan dari IPB, yang merupakan putra asli Kecamatan Jetis, Ponorogo.
Dalam pelatihan yang berlangsung di Kantor Kecamatan Soko ini, Dr. Tjahja memaparkan teknologi pascapanen dan pengeringan kopi untuk memastikan mutu produk tetap terjaga. Sementara itu, Ahmad Fauzi, praktisi dari Breeco, membagikan ilmu seputar teknik roasting kopi secara modern maupun tradisional agar aroma dan cita rasa khas kopi lokal tetap terjaga.
Jawaban atas Tantangan Pasar Global
Camat Soko, M. Luqman Wakhidi, S.STP, yang membuka acara secara resmi, menegaskan pentingnya pelatihan ini.
“Kopi Ponorogo punya potensi besar untuk menembus pasar nasional, bahkan global. Tapi kuncinya ada pada standar mutu yang konsisten,” katanya.
Menurut Luqman, pelatihan ini memberi bekal penting bagi petani untuk bersaing di pasar terbuka yang makin bebas. Ia berharap para peserta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam praktik sehari-hari.
Tak hanya berhenti di satu hari, pelatihan ini dirancang berkelanjutan. Ke depan, para petani akan tetap mendapatkan pendampingan daring secara berkala dari tim dosen IPB.
“Kita ingin petani Ponorogo bisa naik kelas. Bukan hanya memanen, tapi juga memahami bagaimana kopi diolah secara benar hingga menjadi produk bernilai tinggi,” tambah Dr. Tjahja.
Kopi, Harapan Baru Bumi Reog
Dalam beberapa tahun terakhir, kopi menjadi primadona baru di Bumi Reog. Semakin banyak petani beralih atau menambah komoditas ini di lahannya. Tak heran jika geliat produksi kopi mulai tampak di lereng-lereng hutan dan perbukitan.
Namun potensi besar itu tak bisa berkembang tanpa pengetahuan yang tepat. Pengolahan yang keliru bisa menurunkan mutu, membuat kopi lokal sulit bersaing di pasaran.
“Mutu yang baik tidak muncul begitu saja. Ia harus dihasilkan dari proses yang terstandar, dari panen hingga pengolahan,” jelas Dr. Dian Herawati, anggota tim dosen IPB yang ikut dalam pelatihan, bersama Dr. Saraswati, Dr. Fahim M. Taqi, dan Dr. Ahmad Junaedi.
Melalui program ini, harapannya kopi Ponorogo tidak hanya harum di kampung sendiri, tetapi juga bisa menembus pasar nasional dan internasional dengan mutu yang terjaga.(*)
(Nurcholis/Sulaiman)