Insiden pencabutan kartu liputan wartawan CNN Indonesia oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden, telah memicu kritik luas. Langkah administratif oleh oknum BPMI itu dinilai berlebihan, bahkan kontraproduktif terhadap citra Presiden. Masalah bukan pada substansi pertanyaan yang dilontarkan wartawan, melainkan pada cara birokrasi meresponsnya dengan kaku, defensif, dan keluar dari pakem prosedural.
Yang membuat ironi semakin terasa adalah konteksnya. Insiden itu terjadi persis ketika citra Presiden Prabowo sedang berada pada puncak momentum positif. Pidatonya di Sidang Umum PBB disambut tepuk tangan berulang, pertemuan bilateralnya dipandang konstruktif, dan pemberitaan internasional menampilkan Indonesia sebagai kekuatan diplomasi yang percaya diri. Semua narasi positif itu justru terganggu hanya karena langkah administratif oknum di lingkungan BPMI.
Kanal Utama yang Perlu Berevolusi
BPMI selama ini menjadi kanal utama pemberitaan kepresidenan. Hampir semua foto, video, dan rilis resmi aktivitas Presiden bersumber dari unit ini. Dengan posisi demikian, BPMI memegang peran vital dalam membentuk wajah kepresidenan di mata publik.
Namun, orientasi BPMI masih sangat protokoler. Karena berada di bawah Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, fokusnya lebih banyak pada menjaga kelancaran acara dan mengatur akses media. Pola pikir semacam ini membuat pertanyaan kritis sering dipandang sebagai gangguan, bukan peluang untuk menyampaikan klarifikasi, memperkuat transparansi dan bahkan glorifikasi.
Pernyataan Pemred CNN Indonesia TV, Titin Rosmasari, makin menegaskan kelemahan tersebut. Menurutnya, ID Pers wartawan CNN, Diana Valencia, diambil langsung oleh petugas BPMI di kantor CNN Indonesia pada malam hari, 27 September 2025, pukul 19.15. Langkah ini membuat pihak redaksi terkejut dan mempertanyakan dasar hukumnya. CNN bahkan mengajukan surat resmi ke BPMI dan Mensesneg untuk meminta klarifikasi, sekaligus menekankan bahwa pertanyaan Diana kepada Presiden Prabowo terkait MBG bersifat kontekstual dan relevan dengan perhatian publik.
Kejadian ini memperlihatkan bahwa BPMI rentan bertindak serampangan ketika hanya berbekal logika administratif. Padahal, dengan posisi sebagai pintu utama komunikasi kepresidenan, setiap langkah BPMI berimplikasi langsung pada citra Presiden. Satu tindakan keliru oleh oknum dapat merusak legitimasi yang dibangun melalui kerja keras Presiden di panggung dunia.
Dari Daily Briefing KSP, PCO, hingga Bakom RI
Sejak awal, Presiden menunjukkan concern pada pentingnya komunikasi publik strategis. Pada periode sebelumnya, Kantor Staf Presiden (KSP) memainkan peran penting lewat daily briefing yang hampir setiap malam berisi agenda Presiden, narasi kunci, do’s & don’ts hingga butir pernyataan bagi kementerian/lembaga. Briefing ini, yang didistribusikan terbatas, berfungsi sebagai instrumen orkestrasi agar komunikasi pemerintah berjalan konsisten.
Di penghujung masa kepresidenan Joko Widodo, dibentuklah Presidential Communication Office (PCO) sebagai organ khusus untuk mengelola narasi kepresidenan. PCO dimaksudkan untuk memperkuat fungsi komunikasi publik di sekitar Presiden dan memastikan bahwa aktivitas serta kebijakan kepresidenan disampaikan dengan pendekatan strategis.
Transformasi berikutnya adalah pembentukan Badan Komunikasi Pemerintah Republik Indonesia (Bakom RI) sebagai penerus PCO. Bakom RI memiliki cakupan lebih luas: mengelola komunikasi kebijakan prioritas lintas kementerian, menjaga narasi tunggal, serta menyinkronkan komunikasi pusat dan daerah. Dengan mandat sebesar ini, Bakom RI menjadi “dirigen” komunikasi strategis negara.
Dalam kerangka ini, BPMI harus menyesuaikan diri. Ia tidak lagi bisa berhenti sekadar pada fungsi protokoler, tetapi perlu berevolusi menjadi simpul strategis yang selaras dengan orkestrasi Bakom RI. Dokumentasi tetap penting, tetapi harus dibarengi dengan kemampuan membaca isu, merespons krisis, dan mengelola hubungan media secara profesional. Tanpa transformasi ini, insiden-insiden administratif oleh oknum akan terus berulang, dan citra Presiden kembali dipertaruhkan.
Dari Insiden ke Momentum
Presiden Prabowo menekankan pentingnya transparansi, modernisasi, dan kepemimpinan yang percaya diri. Komunikasi publik adalah bagian vital dari visi tersebut. Karena itu, insiden kartu liputan jangan dianggap sekadar gesekan biro pers dengan media. Ia adalah alarm bahwa citra Presiden bisa ternodai hanya karena tindakan administratif seorang oknum yang tidak prosedural.
CNN Indonesia sudah melayangkan surat resmi dan akan bertemu dengan BPMI untuk membahas persoalan ini. Itu menunjukkan bahwa kasus ini tidak bisa disapu di bawah karpet, melainkan harus dijadikan momentum untuk memperkuat tata kelola komunikasi kepresidenan.
Saatnya BPMI keluar dari bayang-bayang protokoler kaku dan menegaskan dirinya sebagai garda strategis komunikasi Presiden. Dengan menyesuaikan diri pada orkestrasi Bakom RI, komunikasi kepresidenan akan lebih solid, terbuka, dan kredibel. Yang terpenting, citra positif yang telah dibangun hingga ke lingkungan internasional, tidak lagi berisiko rusak oleh langkah administratif serampangan di dalam negeri. Semoga.
KHAIRUL FAHMI
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), pernah menjadi staf Juru Bicara/Staf Khusus Presiden RI Bidang Sosial