Dari Tambang ke Sawah, Gus Lilur Bangun Kedaulatan Pangan Lewat BAPANTARA Grup

Ekonomi251 Views

Ho Chi Minh City, Vietnam – Di tengah terik matahari yang menggantung rendah di langit Can Tho, Provinsi lumbung padi terbesar di Vietnam, seorang pria berdiri terpaku di pinggir salah satu pabrik penggilingan padi. Matanya menatap hamparan sawah yang bergelombang, mesin-mesin modern bekerja tanpa henti, memroses hasil bumi menjadi butiran emas kehidupan: beras.

Namanya HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, atau yang lebih akrab disapa Gus Lilur. Ia bukan petani biasa, tapi darah petani mengalir kuat dalam nadinya. Dari desa, dari kakek-nenek pemilik ratusan hektare sawah, dari masa kecil yang akrab dengan aroma jerami dan lumpur sawah. Namun, ironisnya, sepuluh tahun lalu, ketika ditawari berbisnis beras di Vietnam, ia hanya tertawa kecil.

“Saya ini orang dusun, rumah saya dikelilingi sawah. Saya jenuh dengan sawah,” kenangnya dengan senyum geli, Jumat (1/8/2025).

Tahun itu 2015. Gus Lilur masih tenggelam dalam dunia pertambangan, membangun jejaring bisnis dari batu bara hingga ekspor komoditas laut. Beras? Ia rasa sudah cukup dari masa kecil.

Namun takdir selalu punya cara mengejutkan. Tepat satu dekade kemudian, dalam kunjungan kerjanya mengurus izin budidaya lobster di Vietnam, tawaran itu kembali datang. Kali ini bukan dari sembarang orang, melainkan dari kongsi pengusaha besar Vietnam yang bergerak di bidang pertanian, tambang, dan perikanan. Dan kali ini, ia tak menolak.

“Lingkarannya terlalu kuat untuk diabaikan,” ujarnya.

Lebih dari itu, ada panggilan hati yang tak lagi bisa dibendung. Selama di Vietnam Selatan yaitu di Provinsi Dong Thap, An Giang, dan Can Tho, Gus Lilur melihat ribuan pabrik padi berdiri megah, berteknologi tinggi, menghidupi petani dengan harga yang adil dan rantai pasok yang kokoh.

“Saya jadi ingin membangun pabrik-pabrik padi di kabupaten-kabupaten Indonesia. Kita juga bisa seperti mereka. Kita harus bisa!” tegasnya.

Tekadnya bukan sekadar mimpi. Gus Lilur telah menyiapkan segala fondasi melalui BAPANTARA Grup (Bandar Pangan Nusantara), holding usaha agribisnis yang telah memiliki 18 anak perusahaan yang bergerak dari hulu ke hilir. Dari pencetakan sawah baru, distribusi benih, hingga pembangunan infrastruktur pascapanen dan perdagangan internasional.

Lebih dari sekadar bisnis, baginya ini adalah jihad pangan.

“Saya ini anak petani, cucu petani, cicit petani. Dan saya marah tiap kali panen tiba, tapi harga gabah anjlok. Saya anti impor beras CBP (Cadangan Beras Pemerintah), karena itu menghancurkan petani,” katanya lantang.

Namun berbeda dengan beras khusus berkualitas premium yaitu beras yang tidak ditanam massal oleh petani Indonesia, dengan harga pasar tinggi (Rp25.000 hingga Rp65.000 per kilogram). Pemerintah RI bahkan telah membuka kuota impor sebesar 420.000 ton untuk tahun 2025. Di sinilah Gus Lilur melihat peluang: berdagang tanpa menghancurkan.

“Kalau beras yang kita datangkan tidak bersaing dengan gabah petani lokal, justru kita bisa menjadikan ini pengungkit kebangkitan industri pangan nasional,” ujarnya.

Kini, ia tengah menyiapkan strategi besar. Tidak hanya membawa beras Vietnam ke Indonesia, tapi juga membawa teknologi, sistem, dan visi kedaulatan. Seperti konglomerat dalam diam, ia menyimpan misi besar yakni mencetak sawah-sawah baru, membangun pabrik, dan menciptakan sistem distribusi pangan mandiri di tanah air.

“Di negara agraris seperti Indonesia, tidak boleh ada rakyat yang lapar karena tak mampu membeli beras,” ucapnya dengan nada tegas.

Dengan BAPANTARA Grup sebagai kendaraan, Gus Lilur telah kembali ke akar yaitu sawah, lumpur, dan cita-cita petani. Tapi ia datang bukan lagi sebagai anak dusun yang jenuh dengan tanah, melainkan sebagai pelaku perubahan yang siap mengubah wajah pangan nasional.

Untuk diketahui bahwa hingga berita ini diturunkan, Gus Lilur memiliki 18 perusahaan pangan; lebih dari 100 perusahaan perikanan lebih dari 100 dan lebih dari 1.000 perusahaan tambang bahkan di Jawa Timur sendiri, ia memiliki 750 lokasi tambang; 1 tambang dan 1 perusahaan tambang. (*)

(Rils/Sulaiman)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *