
Banyuwangi, – Di tengah dominasi ikan laut sebagai konsumsi utama masyarakat pesisir Banyuwangi, seorang perempuan muda memilih jalan berbeda. Fakhriyyah, alumni angkatan 2019 dari Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam, menantang kebiasaan lama dengan mendirikan usaha budidaya ikan air tawar bernama i-TAWAR.
Ia memulai usahanya pada November 2023, saat masih menjalani perkuliahan dan menguji keberanian untuk mempraktikkan ilmu yang dipelajari. Sementara banyak orang beranggapan bahwa budidaya air tawar tidak cocok di wilayah pesisir, Fakhriyyah melihat peluang besar yang belum tersentuh.
“Banyuwangi dikelilingi laut, jadi masyarakat sudah sangat terbiasa dengan ikan laut. Saya ingin mengenalkan bahwa ikan air tawar juga punya nilai gizi tinggi dan bisa dibudidayakan dengan sistem modern,” katanya, Rabu (12/11/2025).
Usaha itu dimulai dari dua kolam uji coba, menggunakan teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS), sistem yang memungkinkan air didaur ulang sehingga kualitas tetap stabil. Teknologi ini memberi kontrol penuh mulai dari kualitas air hingga kesehatan ikan.
Saat proses berjalan, ia kemudian mengeksplorasi sistem bioflok, metode yang dinilai lebih hemat biaya karena memanfaatkan bakteri pengurai untuk menjaga kualitas air.
“Sistem RAS butuh modal awal besar, sedangkan bioflok lebih hemat. Tapi bioflok menuntut ketelitian dan pemantauan intensif,” ujarnya.
Inovasi ini lahir tidak hanya dari keberanian mengambil risiko, tetapi juga dari tekad untuk membuktikan bahwa ikan air tawar mampu bersaing dengan ikan laut baik dari sisi kualitas maupun nilai gizi.
Tantangan terbesar Fakhriyyah bukan sekadar teknis budidaya, tetapi mengubah persepsi masyarakat. Banyak warga yang ragu karena menganggap ikan air tawar berbau tanah dan kurang segar dibandingkan ikan laut. Fakhriyyah tidak mundur. Ia memberi jaminan kualitas kepada konsumen awal. “Saya bilang ke tetangga, kalau ikannya bau tanah, nanti saya ganti,” tegasnya.
Strategi itu ampuh. Kepercayaan mulai tumbuh, pembeli bertambah, dan i-TAWAR mulai dikenal. Untuk memperluas jangkauan, ia aktif membagikan proses budidayanya melalui media sosial, langkah yang membuat ia semakin dekat dengan konsumen sekaligus mengedukasi publik tentang keamanan pangan dari sistem budidaya terkontrol.
Kini, usaha yang dimulai dari dua kolam kecil ini berkembang menjadi contoh bahwa inovasi dapat lahir dari keberanian mengambil risiko. Fakhriyyah juga berbagi pesan kepada generasi muda yang ingin membangun bisnis:
“Jangan pernah malu untuk memulai. Kadang kita terlalu sibuk menunggu waktu yang pas, padahal waktu terbaik adalah sekarang.”
Ia menambahkan bahwa modal bukan hambatan mutlak. Banyak kompetisi kewirausahaan yang dapat membantu permodalan awal. “Setiap usaha pasti ada untung dan rugi. Jangan takut gagal, karena seiring waktu hasilnya akan terlihat. Yang penting berani mencoba,” pungkasnya.(*)
(pkip/sulaiman)







